Serial Anak Jepang Paling Berkesan

 3Jepang merupakan negara yang kaya dengan ide-ide kreatif. Hal ini tergambar dari serial anak-anak yang berasal dari Jepang. Yang terbagi dalam beberapa kelompok yaitu anime, tokusatsu, super sentai, metal heroes, dan kamen rider. Ceritanya yang seru dan kualitasnya yang bagus membuat banyak anak terkesima dibuatnya. Termasuk aku ketika masih kecil dulu. Dari sekian banyak serial anak yang hadir di era 90-an yang sempat kunikmati, ada beberapa serial yang begitu meninggalkan kesan dan selalu kuikuti hingga episode terakhir. Nah, ini dia daftar 10 serial anak Jepang yang paling berkesan bagiku. Kita mulai hitungan mundurnya:

10. Cardcaptor Sakura

4

Waktu itu, Cardcaptor Sakura ditayangkan setiap hari Minggu di TPI (sekarang MNC TV). Awal aku mendengar judulnya, kupikir serial ini mengisahkan tentang dinosaurus (captor=raptor?). Ternyata anime ini bercerita tentang gadis SD bernama Sakura yang tidak sengaja membuka buku sihir Clow Reed yang berisi kartu-kartu ajaib! Maka dimulailah petualangan Sakura bersama Keroberos dan teman-teman lainnya, Tomoyo dan Shaoran untuk mengumpulkan kembali kartu-kartu ajaib tersebut sebelum mereka membuat kekacauan!
Kenapa aku suka? Di setiap episodenya, Sakura bertemu dan berhadapan dengan kartu yang berbeda yang berusaha dia tangkap. Sehingga selalu ada yang baru di setiap episodenya dengan menampilkan kartu-kartu yang memiliki kekuatan berbeda-beda.
Bagian paling berkesan? Adalah ketika Sakura berhasil mengumpulkan semua kartunya. Yang ternyata itu belum berakhir! Keroberos yang tengil itu berubah menjadi wujud aslinya singa bersayap dan teman kakaknya Sakura ternyata adalah…
Kalimat favorit? “Angin, datang dan bantu aku!” –Li Sahoran—

9. Ninja Olympiad

2

Merupakan salah satu dari serial Metal Heroes Toei, Ninja Olympiad atau judul aslinya Sekai Ninja Sen Jiraiya berkisah tentang ninja muda Toha Yamaji, yang harus berhadapan dengan berbagai jenis ninja dari belahan dunia demi melindungi peta wasiat keluarga dari klan Sorcerers. Untuk itu, Toha kemudian berubah menjadi ninja berpakaian besi, Jiraiya. Jiraiya disini bukan anggota Sannin Konoha dalam serial Naruto, melainkan sosok ninja pembela kebenaran dengan kostum yang keren! Serial ini dulunya ditayangkan setiap sore (harinya lupa) di Indosiar.
Kenapa aku suka? Ya namanya juga anak kecil, pasti suka aksi heroik ninja. Apalagi kostumnya keren-keren dan memiliki kekuatan-kekuatan yang berbeda satu sama lain. Sama seperti Cardcaptor Sakura, di setiap episodenya serial ini selalu menampilkan ninja-ninja baru dengan karakter yang unik dan pertarungan yang seru abis! Serial ini membuatku selalu ingin menjadi ninja!
Bagian paling berkesan? Ketika Jiraiya kalah. Waktu itu bener-bener gak percaya Jiraiya bisa kalah. Terus kedatangan ninja salib, semacam ksatria templar.
Kalimat favorit? “Jiraiya, menjadi angin. Jiraiya, menjadi cahaya.” –Lagu Opening Indonesianya—

8. Wedding Peach

4

Kala itu serial bishoujo (gadis super) sedang tenar di Indosiar. Setelah Sailor Moon, Indosiar menayangkan Wdding Peach. Kelompok gadis remaja yang terdiri dari Momoko, Yuri, dan Hinagiku yang memiliki kekuatan bidadari cinta untuk mengalahkan ambisi ratu iblis Raindevilla. Masing-masing angel, memiliki nama bunga. Uniknya, mereka menggunakan gaun pengantin saat mengeluarkan jurus pamungkasnya. Ceritanya mirip Sailor Moon, tapi jauh lebih sederhana karena anggotanya sedikit. Meski begitu ceritanya tidak kalah mengharukannya dengan Sailor Moon.
Kenapa aku suka? Ceritanya bagus dan tokoh-tokohnya keren. Masing-masing personil Wedding Peach memiliki karakter yang berbeda-beda. Meskipun serial pembela kebenaran, tapi ada juga cerita cinta mengharukan yang sampai saat ini selalu terngiang-ngiang di benakku.
Bagian paling berkesan? Yaitu ketika Yousuke, pemuda yang disukai oleh Momoko menjadi jahat, yang kemudian memunculkan dilema bagi Momoko tersebut.
Kalimat favorit? “Wedding Peach, Ganti warna!” –ucapan Wedding Peach ketika berubah—

7. Birdman Squadron Jetman

5

Ada banyak serial super sentai (pasukan super) yang pernah aku saksikan. Tapi, Jetman adalah yang terbaik dari kesemuanya. Dulu ditayangkan setiap hari Minggu pagi di Indosiar, Jetman mengisahkan lima prajurit pembela kebenaran yang berjuang bersama untuk menghentikan niat jahat Vyram, organisasi jahat yang berniat menguasai dunia.
Kenapa aku suka? Aku suka kostum Jetman yang menyerupai burung dan memiliki sayap. Pesawatnya juga keren.
Bagian paling berkesan? Adalah episode pertamanya. Ketika sepasang Rie, kekasih Ryu terbunuh saat serangan Vyram. Ryu menjadi Jetman merah, sementara Rie yang dikira meninggal kemudian diketahui menjadi Maria, salah satu pemimpin kelompok jahat tersebut. Kisah Jetman merah merebut kembali sang kekasih yang telah menjadi jahat, merupakan konflik super sentai terbaik yang pernah kusaksikan.
Kalimat favorit? Tidak ada. Aku lupa.

6. Ultraman Tiga

6

Aku mengenal serial Ultraman sejak Ultraman Taro dan Ultraman Leo yang waktu itu ditayangkan di SCTV. Tapi, serial Ultraman terbaik bagiku adalah Ultraman Tiga yang merupakan serial Ultraman pertama yang ditayangkan di Indosiar. Juga, serial pembuka setelah serial Ultraman hiatus selama 15 tahun. Mengisahkan tentang Daigo, pilot armada khusus GUTS. Setelah terkena cahaya, Daigo berubah menjadi Ultraman Tiga dan membantu GUTS melawan monster-monster jahat yang berniat menghancurkan bumi.
Kenapa aku suka? Karakter Daigo yang tenang dan lemah lembut (terkesan culun) adalah karakter Ultraman terbaik di antara yang lainnya yang begitu kentara sifat pemberaninya. Apalagi, cerita cinta Daigo dan Rena, serta kisah-kisah personil GUTS lainnya yang ditampilkan dengan apa adanya, memperlihatkan sisi manusia yang begitu terasa.
Bagian paling berkesan? Saat Ultraman Tiga berhasil mengalahkan monster dan Daigo kembali berkumpul bersama pasukan GUTS. Daigo yang terkesan selalu datang terlambat dan pasukan GUTS bertanya, “Hei, darimana saja kamu?”
Kalimat Favorit? “Daigo!” –Rena memanggil Daigo—

5. Kamen Rider Black/RX

7

Serial Kamen Rider pertama yang kutonton dan begitu berkesan. Di Indonesia ditayangkan di RCTI dengan judulnya diubah menjadi Kstaria Baja Hitam. Mengisahkan pemuda bernama Kotaro Minami, hanya manusia biasa hingga dia menjadi bahan percobaan Gorgom, kelompok jahat yang berniat menguasai bumi. Berhasil selamat, Kotaro kemudian berubah menjadi Kamen Rider Black, bersama belalang tempur (Battle Hopper) berusaha menghentikan niat jahat Gorgom menguasai bumi. Serial ini kemudian bersambung ke serial Kamen Rider Black RX dengan lawan baru, Crisis Empire pimpinan Jenderal Jark.
Kenapa aku suka? Hei, semua anak di masa itu suka dengan serial ini! Dan semuanya selalu ingin jadi Ksatria Baja Hitam! Saat itu semua anak memiliki baju bergambar Ksatria Baja Hitam, membuatku iri dan selalu merengek pada ayahku untuk membelikannya. Aku ingat, kaos Ksatria Baja Hitam pertama yang dibelikan ayahku adalah yang bergambar RX Robo.
Bagian paling berkesan? Saat aku yang mengendarai sepeda roda tigaku jatuh dari turunan dan menangis hanya untuk segera pulang ke rumah untuk menonton serial ini. Huh, kejadian itu selalu teringat sampai sekarang. Well, kalau bagian dari ceritanya, aku suka ketika Black melawan Shadow Moon. Atau ketika Kamen Rider mengendarai belalang tempur menyusuri jalanan. Untuk versi RX, yaitu ketika RX Robo masuk ke dalam kobaran api. Cool!
Kalimat favorit? “Pukulan Maut!” –Jurus pamungkas Kamen Rider Black—

4. Pokemon

8

Jauh sebelum ditayangkan di SCTV, aku sudah menyaksikan serial Pikachu dan kawan-kawan ini di VCD original. Dan, betapa bahagianya aku ketika SCTV menayangkannya setiap Sabtu dan Minggu malam kala itu. Pokemon berkisah tentang Ash Ketchum (dalam tayangan SCTV diganti jadi Ali) yang ingin menjadi Pokemon Master, pelatih Pokemon terhebat di dunia! Dia pun melakukan petualangan bersama Pikachu mengumpulkan delapan lencana menuju liga Pokemon.
Kenapa aku suka? Jujur, awalnya aku suka menyaksikan serial ini karena suara Pikachu yang lucu. Tapi tidak itu saja sih. Serial Pokemon menampilkan sebuah petualangan yang selalu diimpikan oleh anak-anak. Melakukan perjalanan bersama monster yang memiliki kekuatan yang bisa dibawa di saku. Dan, aku selalu ingin punya Pokemon. Aku bahkan mengumpulkan koleksi tazos bergambar Pokemon!
Bagian yang berkesan? Episode ketika Ash pertama kali bertemu Pikachu. Dan kekalahannya di liga Pokemon Indigo saat melawan Richie. Semua itu sangat mengharukan!
Kalimat favorit? “Ayo-ayo si Gary!” –sorakan pendukung Gary—

3. Jiban

1
Indosiar waktu itu suka sekali menayangkan serial metal hero genre polisi super. Mulai dari Winspector, Jiban, Solbrain, hingga Janperson. Tapi, di antara serial-serial tersebut, Jiban yang menurutku terbaik. Mengisahkan tentang Naoto Tamura, seorang polisi yang dibunuh oleh sindikat Biolon pimpinan Dokter Giba. Dia kemudian dihidupkan kembali sebagai robot detektif Jiban untuk mengalahkan sindikat Biolon yang jahat.

Kenapa aku suka? Dengan kostum yang gelap dan misterius, serta gayanya yang khas ketika turun dari mobil. Apalagi, dia selalu menunjukkan lencana dan membacakan pasal-pasal ketika akan menangkap penjahat, mirip seperti RoboCop. Bisa dibilang Jiban ini RoboCopnya Jepang. Jiban yang menurutku paling keren di antara polisi super lainnya.
Bagian paling berkesan? Jiban adalah alasanku bangun pagi di hari Minggu. Karena saat itu jam tayangnya begitu pagi, kalau tidak salah pukul 06.00 WIB. Serial Jiban ini sangat berkesan bagiku karena aku dan teman-teman sekolahku waktu itu suka sekali bermain “Jiban-Jibanan” dengan membuat topeng ala Jiban dari kertas dan kemudin dikenakan di kepala. Topeng itu dulu terkenal sekali!
Kalimat favorit? “Jiban! Jiban!!!” –lagu openingnya—

2. Digimon Adventure

9

Ini adalah serial favoritku di setiap Minggu. Rasanya hari Minggu belum pas bila belum menonton Digimon yang ditayangkan di Indosiar. Bercerita tentang tujuh anak terpilih yang terhisap ke dunia digital saat liburan musim panas. Masing-masing kemudian didampingi Digimon, monster yang bisa berubah menjadi lebih kuat. Sembari mencari jalan keluar dari dunia digital, ketujuh anak yang dipimpin oleh Taichi ini kemudian bersama-sama berusaha mengalahkan Digimon-Digimon yang jahat di bawah kekuasaan Devimon.
Kenapa aku suka? Ceritanya seru dan penuh drama. Anak-anak terpilih ditampilkan apa adanya dengan sifat mereka masing-masing. Mungkin ini serial dengan karakter anak-anak yang sangat masuk akal, dengan berbagai latar belakang yang ada. Dimana sifat anak-anak mereka begitu terlihat alami dan tidak mengada-ada, sesuai dengan umur mereka. Ketakutan dan ketidakberdayaan mereka berhasil ditampilkan dengan baik. Sehingga, aku yang saat itu masih kecil bisa memahami perasaan mereka dan merasakan emosi yang sama dengan mereka. Tidak seperti serial-serial lainnya yang menampilkan karakter anak kecil tapi terlihat begitu hebat dan bijaksana, jauh melebihi umurnya.
Bagian paling berkesan? Perseteruan antara Taichi dengan Yamato akibat hasutan Digimon pohon jahat. Juga, lagu openingnya yang bahasa Indonesia yang terus teringat sampai sekarang. “Hal yang bukan urusanmu, lebih baik lupakan saja! Tidak ada waktu, untuk bermain-main!”
Kalimat favorit? “Agumon berubah menjadi… Greymon!” –Ucapan Agumon saat berubah—

1.Samurai X

475672

Di Indonesia, Rurouni Kenshin pertama kali ditayangkan di SCTV setiap Senin sampai Jumat dalam program Animax pukul 15.00 WIB (sampai hapal!) dengan judul Samurai X. Ceritanya tentang mantan samurai pembunuh, Kenshin Himura yang dikenal dengan julukan batosai sang pembantai pada pertempuran Bakumatsu. Berjanji untuk tidak membunuh lagi, di masa damai Kenshin membalik mata pedangnya, dengan bagian tajam berada di belakang. Namun, orang-orang jahat dan musuh-musuh dari masa lalunya seolah tidak merelakan dirinya pensiun sebagai pembantai. Dengan teknik pedang yang hebat, Kenshin berusaha melindungi orang-orang tak berdosa dan juga teman-temannya yang ditemui di sepanjang perjalanan.
Kenapa aku suka? Sekali lagi karena ceritanya. Cerita Samurai X sangat seru. Serta, menampilkan pertarungan-pertarungan pedang yang keren. Apalagi, selalu ada lawan-lawan baru di setiap episodenya. Dengan cerita yang sulit untuk ditebak. Penuh drama. Membuatku selalu penasaran dengan kelanjutan serial ini. Setiap pulang sekolah, Samurai X adalah serial yang paling kunanti.
Bagian paling berkesan? Adalah perjalanan Kenshin dalam mengalahkan Shishio, setelah sebelumnya harus terlebih dulu menghadapi anak buah Shishio yang kuat dan kejam. Benar-benar menegangkan dan emosional!
Kalimat favorit? “Aku tidak akan membunuh lagi.” –Kenshin Himura—

——————————

Ah, kalau diingat-ingat saat-saat itu sangat menyenangkan. Andai aku bisa kembali lagi ke masa lalu dan menyaksikan kembali serial-serial itu. Walaupun kebanyakan ceritanya klasik. Tapi gak tahu kenapa ya hal-hal yang seperti itu rupanya disukai oleh anak-anak zaman dulu.
Anak zaman dulu, mesti nunggu hari Minggu baru bisa nonton anime dan serial anak Jepang lainnya yang aman di televisi karena sudah melalui lembaga sensor.
Kalau Anak zaman sekarang, gak mesti nunggu hari Minggu, bisa download berbagai judul dan jenis anime di internet ngabisin paketan yang ada. Soal keamanan dan sensor, saya tidak tahu.

Cerita Wartawan Kikuk

WartawanRasanya sudah lama sekali gak menulis di blog. Mungkin ini tulisan pertamaku sejak Agustus lalu.Well, menjadi wartawan memang membuatku sangat sibuk sampai tidak sempat menulis blog.
Terakhir kali aku menulis tentang keluar dari pekerjaanku di bank dan mencoba tantangan baru dengan menjadi wartawan media cetak harian lokal populer di Kota Bontang. Sebuah harian lokal yang merupakan anak perusahaan Jawa Pos. Awalnya, aku berjudi dengan nasib. Tapi tanpa terasa, kini enam bulan sudah aku menjalani profesiku sebagai kuli tinta. Sesuatu yang tidak pernah aku bayangkan bisa bertawan dalam sebuah pekerjaan yang begitu keras.Ada banyak kisah yang telah terjadi selama berjalan enam bulan di satu-satunya harian dengan konten lokal di Kota Bontang ini. Aku mendapatkan banyak pengalaman baru dan juga bertemu dengan orang-orang baru. Serta para pejabat di pemerintahan mulai dari Lurah, Camat, Wali Kota, hingga orang kementerian pernah kutemui. Orang-orang dengan berbagai karakter dan drama yang terbentuk dari itu. Bergama konferensi pers pun pernah kuikuti. Yeah, merasakan sekali bagaimana suka duka menjadi wartawan. Mulai dari sulitnya bertemu narasumber, menghadapi narasumber yang menyebalkan, hingga difitnah dengan keji. Tapi, menjadi wartawan juga membuatku begitu dihargai oleh orang lain. Walaupun sesekali juga dibenci. Memang kuakui hal tersebut hanya karena pekerjaanku sebagai wartawan. Yeah, pekerjaan memang terkadang membedakan kita.

IMG_7759Berbagai pengalaman itu kudapati baik saat mencari berita atau pun saat menulisnya. Padahal, awalnya aku hanya iseng mencoba. Rupanya aku mampu bertahan hingga sekarang. Bahkan aku dianggap berprestasi sehingga banyak sekali pencapaian yang kuraih di umurku yang masih muda sebagai wartawan. Beritaku nyaris tanpa edit, aku dikirim ke luar kota sebelum 3 bulan, dipercaya meliput di DPRD, dipercaya menangani halaman 1, dipercaya menangani advetorial jutaan rupiah, diangkat menjadi asisten redaktur sebelum 6 bulan dan yang membuatku sangat bahagia, yaitu kehilangan bintang pada inisialku pada awal pekan ini. Yeah, bagi seorang wartawan, kehilangan bintang pada inisial adalah sebuah hal yang sangat menyenangkan! Artinya, tulisan wartawan tersebut sudah benar-benar baik dan dapat terbit tanpa melalui proses editing lagi. Itu membuatku sangat terharu karena aku berhasil mencapainya dalam waktu singkat di bawah targetku.

Meski begitu prestasi-prestasi tersebut masih jauh bagiku untuk berpuas diri. Meskipun sang pimred menyebutku seorang wartawan hebat, namun bagiku aku belum pantas dengan sebutan itu. Bagiku aku masih seorang wartawan kikuk. Yang masih kesulitan berbicara, yang masih suka seenaknya saja datang meliput, yang masih tidak menguasai masalah, yang masih malas bergerak liputan, yang masih bisa dikendalikan narasumber, yang masih sering gagal mendapat berita, dan yang masih lamban dalam menulis berita. Yeah, aku memang harus terus berusaha untuk semakin memperbaiki diri.

Aku sendiri tidak tahu pasti bagaimana nasibku sebagai wartawan ke depan. Apakah aku akan tetap bertahan di media ini, atau aku akan keluar. Mengingat begitu kerasnya kehidupan wartawan yang penuh pasang surut semangat. Penuh ketidakpastian. Aku tidak tahu. Yang pasti saat ini aku akan berusaha sebisa mungkin untuk bertahan menjadi wartawan di mediaku sekarang minimal dalam waktu satu tahun. Setelah itu, barulah kuputuskan untuk bertahan atau berhenti. Aku tidak tahu, tapi yang pasti aku akan terus berusaha untuk melakukan yang terbaik. Apapun yang terjadi nanti, bagaimanapun aku pernah merasakan menjadi seorang wartawan. Sekaligus, membuktikan bahwa kemampuan menulisku telah diakui secara profesional.

Bagaimanapun, aku tidak akan pernah menyesal menjadi seorang wartawan…

Sampai Jumpa Kawan PLN…

 Tutup 
“Aku tahu hari ini pasti akan datang, tapi aku tidak menyangka akan secepat ini…”
Hari Jum’at 3 Agustus 2012 lalu adalah hari yang begitu berkesan bagiku. Jum’at itu adalah hari terakhirku bekerja di PLN Bontang sebagai petugas bank yang menghubungkan PLN Bontang dengan bank rekanan tempatku bekerja, Bukopin Samarinda. Terhitung satu tahun lebih sudah aku bekerja disana, memulai karirku sejak lulus kuliah. Karir pertamaku dimulai dengan bekerja di perusahaan instansi lain, bukan di perusahaanku sendiri, membuatku terkadang bingung bagaimana menyesuaikan diri dengan keadaan yang menempatkan diriku dalam dua kepentingan yang berbeda. Di satu sisi aku digaji oleh bank tempatku bekerja, namun di satu sisi aku harus mengutamakan kepentingan nasabahku dalam hal ini PLN Bontang. Dua kepentingan ini saling berbenturan, membuatku sulit menempatkan diri tapi pada akhirnya aku mampu menikmatinya.Sebenarnya aku tidak memiliki niat untuk berhenti bekerja, akan tetapi peristiwa yang begitu cepat terjadi membuatku harus membuat pilihan antara tetap bekerja di PLN Bontang/Bukopin Samarinda atau mengambil tantangan pekerjaan baru, wartawan di media lokal kota ini. Sehari sebelum umurku genap dua puluh empat tahun, aku melihat iklan lowongan pekerjaan pada sudut halaman media tersebut. Pekerjaan yang ditawarkan adalah wartawan, sebuah profesi yang merupakan cita-citaku sejak aku masih kecil dulu. Menjadi wartawan adalah keinginanku, itulah yang menyebabkan aku mengambil prodi Ilmu Komunikasi saat kuliah dulu. Karena itulah aku pun langsung tertarik untuk mencoba melamar, walaupun awalnya hanya sekedar iseng saja dan tidak terlalu berharap banyak. Toh pekerjaanku di PLN Bontang juga sudah sangat nyaman.Tapi apa lacur? Yang terjadi berikutnya sungguh membuatku sakit kepala. Aku mendapatkan panggilan wawancara, padahal setelah aku cek ternyata kopian ijazah dan transkrip nilaiku tertinggal terlupa kumasukkan ke dalam amplop lamaran. Hal ini membuatku heran mengingat dalam keterangan lowongan tersebut tertulis bahwa hanya berkas yang lengkap sajalah yang akan mendapat panggilan. Kemudian berikutnya aku terpikir bahwa kemungkinan hal ini dikarenakan contoh tulisanku yang aku sertakan dalam lamaran tersebut. Dalam persyaratan lowongan itu tertulis untuk menyertakan contoh tulisan apabila ada, sehingga aku terpikir untuk menyertakan beberapa tulisanku yang pernah kutulis di blog Navilink47 ini. Dan yeah, ternyata itulah yang menjadi pertimbangan pihak media yang kulamar. Karena dalam wawancara tersebut, sang manajer berkata, “Bila ini benar-benar tulisanmu, maka saya menaruh harapan besar padamu.”Aku diterima bekerja di media tersebut dan Senin berikutnya sudah bisa mulai bekerja. Akan tetapi aku menjadi bimbang. Aku tidak bisa begitu saja meninggalkan pekerjaanku sekarang, terlebih lokasi kantor perusahaan bankku yang terpisah kota. Maka melalui pembicaraan yang alot, aku meminta kelonggaran waktu selama satu minggu untuk mengurus proses pengunduran diriku dari bank yang selama satu tahun ini telah membayarku. Pihak media tersebut memberikan izin dengan batasan tersebut, dimana pada Senin berikutnya aku harus sudah bekerja disana atau kalau tidak aku dianggap menolak tawaran pekerjaan tersebut. Dan hitungan mundur pun dimulai… minggu terakhir di PLN Bontang.

Jum’at itu, di pagi harinya setelah pembacaan do’a pagi, aku berpamitan pada para pegawai PLN Bontang. Kalimat-kalimat perpisahanku terdengar begitu emosional, dimana kurasakan tubuhku bergetar. Pada akhirnya hari ini pun tiba, hari dimana aku mengucapkan kata-kata perpisahan. Beberapa pegawai PLN Bontang tampak sedih, beberapa tampak biasa saja, sementara beberapa yang lain termasuk manajer PLN Bontang yang baru memberikan semangat kepadaku. Sungguh berat sebenarnya berpisah dengan kawan PLN Bontang yang sudah menemaniku selama satu tahun pertamaku di kota Bontang. Sudah banyak kenangan yang terjadi di tempat ini, membuatku merasakan perasaan sedih tak ingin berpisah. Walaupun banyak sentimen yang kuhadapi selama bekerja di tempat ini terutama yang berhubungan dengan perusahaan tempatku bekerja, namun banyak juga momen indah yang terukir. Banyak pengalaman yang kudapatkan selama bekerja sebagai perpanjangan tangan Bank Bukopin di PLN Bontang, yang tak kupungkiri itu membentuk karakterku. Itulah yang membuatku merasa bangga dan bersyukur pernah bekerja di dalam ruang kerja PLN. Aku bisa melihat jelas bagaimana para pegawai PLN yang seringkali dicaci karena pemadaman listrik itu bekerja, sebuah kesempatan yang sangat langka. Aku ingat bagaimana pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tempat ini, seminggu sebelum ulang tahunku yang keduapuluh tiga. Keberadaanku saat itu sulit untuk diterima, mengingat PLN Bontang tidak menyambut baik kerjasama mereka dengan Bank Bukopin yang ditentukan oleh PLN pusat. Wajar saja bila mereka berkeberatan dengan kerjasama ini mengingat belum ada kantor cabang atau capem Bank Bukopin di kota Bontang. Itulah yang menjadi alasan kenapa aku ditempatkan di PLN Bontang, sebagai “bank mini”, perpanjangan tangan dengan Bukopin Samarinda. Jabatanku adalah petugas Sistem Administrasi Satu Atap yang kalau disingkat menjadi… SAMSAT

tempat kerja
Tempat kerjaku di PLN Bontang sebelum OPI

Pada semester awal, pekerjaanku bisa dibilang cukup berat. Aku menanggung resiko yang cukup besar dengan membawa uang tunai puluhan juta Rupiah tanpa dukungan keamanan sedikit pun. Syukurlah pada semester berikutnya pekerjaanku menjadi lebih ringan setelah muncul kebijakan di pihak PLN yang melarang penarikan secara tunai. Seluruh transaksi yang dilakukan oleh PLN diharapkan untuk dilakukan secara sistematik melalui aplikasi keuangan yang meminimalkan peredaran uang secara kasat mata. Rutinitas berikutnya menjadi semakin membosankan dari hari ke hari, membuatku mulai terpikir untuk mencari tantangan baru. Memang ada kalanya aku menjadi sangat sibuk dan sangat pusing dengan pekerjaanku, namun seringkali aku begitu santai karena sama sekali tidak ada pekerjaan selama beberapa hari. Meski begitu aku tak hanya menangani transaksi PLN pada rekanan mereka saja, namun aku juga melayani nasabah yang terdiri dari pegawai PLN Bontang yang menanyakan tentang produk perbankan kami, atau yang mengurus hal-hal terkait produk kami tersebut. Hal ini membuatku sering berhubungan dengan banyak orang, bertemu dan menghadapi karakter nasabah yang berbeda-beda. Disinilah aku merasakan peranku sebagai petugas bank dan perlahan menikmatinya, berikut setiap permasalahan yang terjadi yang membuat kepalaku terasa pening.

Karena itulah aku sempat bingung untuk memutuskan, apakah tetap bertahan bekerja di PLN Bontang sebagai petugas Bank Bukopin, atau menerima tawaran pekerjaan di media lokal kota Bontang, Bontang Post. Aku menimbang baik dan buruknya, serta tidak segan pula menerima saran dari kerabat maupun sahabat walaupun keputusan pada akhirnya tetaplah ada di tanganku. Di satu sisi aku sudah merasa sangat nyaman berada di PLN Bontang dengan segala problematikanya, namun di satu sisi kenyamanan itu membuatku merasa bosan dan merasakan tidak ada perkembangan yang berarti dalam hidupku selama satu tahun ini. Bosan, stagnan, tidak ada tantangan, tidak ada progress. Sementara apabila aku bekerja di harian lokal itu, maka hari-hariku akan dipenuhi oleh kesibukan dan akan menjadi tidak senyaman dulu lagi. Bila dibandingkan dengan pekerjaan di bank, tentunya materi sebagai petugas bank jauh lebih menjanjikan. Namun pertimbangan pengalaman dan perwujudan keinginan membuatku condong memilih tawaran ini. Kesempatan ini sendiri mungkin hanya akan datang satu kali saja. Pada akhirnya kutetapkan untuk keluar dari zona nyaman, mencari pengalaman baru, menghadapi tantangan baru, mewujudkan impianku.

Pedabon
Saat sosialisasi OPI PLN Bontang
(nomor dua dari kanan)

Keputusanku ini sembat mendapat respon keras dari pihak bank tempatku bekerja, dari bagian marketing yang posisinya hampir sama denganku. Dia berkata, “Orang itu kalau ganti sandal mestinya dapat sandal baru yang lebih bagus, bukannya malah dapat sandal buluk.” Kata-kata itu sempat membuatku memikirkannya kembali dengan begitu keras, membuatku sakit kepala. Belum lagi omongan dari bibi dan sepupuku yang begitu tajam menghujam jantungku. Tapi tidak melulu respon seperti itu yang kudapatkan dalam minggu terakhirku bekerja di PLN Bontang, respon positif juga kudapatkan di antaranya dari pejabat SDM PLN Bontang yang ingin melihatku berkembang dengan potensiku serta dari manajer baru PLN Bontang sekalipun yang begitu menerima keberadaanku, sangat berbeda dengan manajer lama yang begitu tidak menghargaiku. Ayah tiriku sendiri mendukung keputusanku ini, sementara kakak iparku yang sebelumnya menyarankan untuk menolak pekerjaan baru justru berbalik memberikan dukungan. Yeah, bagaimanapun ini adalah kehidupanku, akulah yang menentukannya sendiri. Karena keputusan akulah yang menentukannya sendiri, maka aku tidak akan lagi menyalahkan orang lain siapapun itu.

Malam harinya teman-teman PLN mengajakku untuk makan-makan di tempat tongkrongan kami biasanya di Bontang Kuala yang didedikasikan sebagai malam perpisahan denganku. Disana aku mengenang saat-saat pertemuan pertamaku dengan mereka, serta kenangan-kenangan yang telah kami alami bersama. Berat dan sedih rasanya berpisah dengan mereka, namun setiap pertemuan pastinya akan berujung perpisahan pula. Yang pasti kenangan bersama mereka tidak akan pernah terlupakan. Saat-saat itu akan selalu terkenang, walaupun mungkin aku mengatakan lupa. Aku pastinya akan merindukan mereka. Sebuah pengalaman berkesan bersama kawan-kawan PLN… yang handal dan kompeten dalam bidang mereka masing-masing. Aku yakin di bawah kepemimpinan manajer yang baru, PLN Bontang akan sanggup menjadi yang lebih baik lagi ke depannya, menjadi yang terbaik. Aku pun berharap penggantiku kelak, siapapun dia akan bisa bekerja lebih baik lagi dari yang selama ini aku kerjakan, akan bisa melanjutkan bentuk kerjasama emosional yang terjalin antara PLN Bontang dengan Bukopin Samarinda.

teman
Kawan-kawan Bukopin Samarinda yang gokil-gokil…

Dan hari Jum’at itu aku resmi meninggalkan PLN Bontang diantarkan kalimat perpisahan dari manajer baru PLN Bontang, resmi pula meninggalkan Bank Bukopin Samarinda setelah sehari sebelumnya sempat bertemu dan berbicara dengan manajer Bukopin Samarinda yang datang ke Bontang. Tak lupa pula aku berpamitan dengan Mbak Kiki dan Mbak Rita yang selama ini membantuku melalui telepon. Meskipun aku tidak bekerja di tempat yang sama dengan Mbak Kiki dan rekan-rekan Bank Bukopin Samarinda lainnya, namun aku bangga bisa bekerja mewakili mereka disini, di PLN Bontang. Mereka orang-orang yang baik, dimana mereka memperlakukanku dengan baik walaupun mereka tidak mengenalku secara langsung, sebagaimana yang terlihat jelas saat aku menghadiri family day waktu itu. Aku juga pastinya akan merindukan mendengar suara mereka yang begitu ramah walaupun tengah mendapat omelan dari nasabah sekalipun… Salut untuk mereka semua, pegawai Bank Bukopin Samarinda.

Aku akan menghadapi dunia baru, pekerjaan baru yang pastinya akan penuh tantangan. Aku tidak tahu secara pasti apa yang telah menungguku di depan sana, di hari esok yang penuh ketidakpastian. Aku tidak tahu bagaimana dan tidak memiliki gambaran pasti bagaimana nantinya pekerjaanku yang baru sebagai kuli tinta. Bisa dibilang aku sedang bertaruh, bisa dibilang aku mempertaruhkan banyak hal untuk ini, untuk sekedar mewujudkan keinginan masa kecil selagi aku mampu dan mendapatkan kesempatan untuk itu. Tak hanya materi yang kupertaruhkan, namun juga perasaanku dan juga kepercayaan. Aku telah banyak mengambil resiko untuk ini dan aku berani gagal untuk hal ini pula. Aku bertaruh pada nasib demi idealisme. Aku tidak bisa hanya berdiam di satu titik, aku harus terus bergerak. Karena bagiku… hidup tidak akan pernah sama…

Sampai jumpa lagi kawan PLN…. Sukses selalu untuk kalian…


“Lukman, cita-cita kamu kalau sudah besar mau jadi apa?”
“Aku… Aku ingin menjadi wartawan…”
“Kenapa?”
“Karena wartawan bisa bertemu dengan banyak orang…”
“Bisa ketemu orang mati dong?”
“…………………..”

Dua Puluh empat

Gambar ucapan ulang tahun dari salah seorang penggemarku… #PLAK!

(Artikel bulan Juli yang kupindah dari blog utamaku yang akan segera digusur)

Hari ini, 18 Juli 2012 adalah hari yang istimewa… well, tidak terlalu istimewa sih, malah justru biasa-biasa aja karena aku bukan lagi anak kecil yang menganggap hari ini adalah hari yang istimewa…. Hari ulang tahun.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, pada ulang tahun kali ini aku sama tidak berkumpul bersama keluargaku, sendirian di hari dimana umurku kini dua puluh empat tahun. Aku benar-benar tidak menyangka bila kini usiaku sudah sebanyak itu… menyiratkan aku sudah semakin tua dan kesempatanku semakin berkurang. Meski begitu aku bersyukur masih diberi nafas oleh Tuhan untuk menjejak pagi, menghirup panas matahari hingga hari sekarang.

Satu tahun yang lalu tepat di tanggal ini mungkin meninggalkan kesan sendiri, karena hari itu adalah hari pertamaku bekerja di tempatku saat ini seorang diri setelah sebelumnya ditemani selama satu minggu oleh rekanku. Bila mengingat hal itu membuatku tersenyum sendiri. Bagaimana tidak? Aku memulai episode baru dalam kehidupanku di dunia kerja tepat di hari ulang tahunku! Seakan aku terlahir kembali, sesuai dengan tanggal lahirku. Kini satu tahun terlewati sejak hari itu, menambahkan satu angka, menggenapkan umurku menjadi 24.

Sebenarnya tahun kemarin aku tidak melewati ulang tahunku sendirian, karena aku ingat kakak sepupuku mengajakku pergi ke Bontang Kuala. Malam itu kami duduk bersama di tepian laut, memandang rembulan malam sambil bercerita panjang lebar mengenai kehidupan kami berdua. Bagiku itu sudah cukup menjadi hiburan, mengingatkanku kembali pada suatu tempat yang dulu selalu kukunjungi bersama almarhum ayahku. Sungguh, rasanya saat duduk di tepian desa atas laut itu benar-benar mengembalikan memoriku perlahan, walaupun gambarannya tidak terlalu jelas. Yeah, aku masih sangat kecil saat meninggalkan kota kelahiranku ini dulu.

Kini, satu tahun telah berlalu dan kembali aku menjalani kehidupan baru, seminggu sebelum hari ini tiba. Untuk kali pertama selama bekerja, aku tinggal menetap sendiri, tanpa bergantung pada orang lain. Tujuh Juli kemarin, melalui tekad yang kuat disertai tindakan nekat, aku memutuskan keluar dari rumah Pamanku, memutuskan untuk idekost, belajar hidup mandiri. Aku memiliki prinsip untuk terus bergerak, sebagaimana yang tertuang dalam slogan blogku ini, “Life will Never be the Same”, hidup tidak akan pernah sama. Aku tidak mau berada dalam kondisi stagnan tanpa perkembangan. Satu tahun telah berlalu sejak pertama kali aku bekerja, maka aku ingin ada perubahan dalam hidupku. Bila selama satu tahun sebelumnya aku hidup menumpang, maka pada tahun kedua ini aku ingin hidup mandiri. Yeah, sebenarnya sih masih tetap menumpang, yaitu menumpang di kostan orang, tapi paling tidak aku tidak lagi merepotkan orang lain. Jujur aku sudah jengah hidup menumpang, aku harus hidup mandiri, dan bila aku tidak bisa melakukannya sekaligus, maka aku akan melakukannya secara bertahap. Tahun kemarin aku menumpang, tahun ini aku indekost, tahun depan pasti ada rencana lain untukku. Dalam hidup harus ada perkembangan!

Sebenarnya aku masih ingin tinggal menumpang di rumah Pamanku agar aku bisa menabung untuk membeli barang-barang yang kuinginkan. Akan tetapi situasinya seakan tidak mengizinkanku bertahan di rumah itu. Aku tidak bisa tenang tinggal di rumah tersebut, membuatku sering keluar rumah berjalan kaki tak tentu arah. Selain sinisme kebencian, pertengkaran yang kerap kali terjadi membuatku jengah. Aku hampir tidak mendapatkan ketenangan, khususnya apabila aku lelah bekerja. Memang aku tidak terlibat dalam pertengkaran itu, tapi mendengarkan teriakan-teriakan yang seakan selalu terjadi setiap hari membuat kepalaku sakit. Secara tidak langsung aku terkena efek dari pertengkaran mereka. Keluhan-keluhan yang juga hampir setiap hari terlontar membuatku semakin tidak tenang, memberikan efek pesimis yang membahayakan bagiku. Yeah, hidupku terasa begitu pesimis saat tinggal menetap disana. Kini aku telah tinggal seorang diri, tidak lagi menumpang seperti sebelum-sebelumnya, membuatku merasa sedikit optimis. Hidup memang harus dijalani dengan optimisme, bukan dengan pesimisme yang membuat kita menjadi menyedihkan. Tentu ada harga tersendiri yang harus dibayar untuk keputusanku ini, yaitu aku akan kesulitan menabung karena biaya kost dan biaya hidup harus membuatku bisa berpikir keras demi berhemat. Meski begitu biaya pengorbanan itu kuanggap pantas untuk mendapatkan yang kuinginkan, yaitu ketenangan. Setiap keputusan penting yang berhubungan dengan perbaikan pasti perlu pengorbanan, dan aku paham mengenai hal itu. Ini adalah keputusanku, aku harus bangga dan menjalani apapun yang terjadi.

Jadi tahun kedua di kota Bontang, di umurku yang ke-24 ini aku akan menjalaninya kehidupan baru yang penuh dengan ketidakpastian. Dalam kesendirianku ini aku belajar untuk hidup mandiri, belajar bagaimana menjalani kehidupan seorang diri demi suatu masa di depan yang pastinya telah menungguku. Suatu hari kelak aku pasti akan menikah, entah dengan siapa itu. Karena itulah sebelum aku bisa mengurus orang lain, mengurus anak manusia yang akan mengabdikan dirinya kepadaku, aku harus terlebih dahulu bisa mengurus diriku sendiri. Kini aku tidak akan bergantung pada orang lain, aku akan melangkah dalam keinginanku sendiri karena inilah kehidupanku! Akulah yang menjalaninya!

Dalam hitungan mundur, sebenarnya aku sedang berada dalam detik-detik menuju tahun berikutnya dimana umurku menjadi lengkap seperempat abad. Yeah, di umurku tersebut telah ada sebuah keinginan yang menungguku, menunggu untuk dapat terwujud. Menikah. Itulah yang telah sangat diharapkan oleh ibuku, oleh nenekku, dan oleh saudara-saudaraku. Sebagaimana yang dilakukan oleh ayahku dulu. Umur 25. Sayangnya, calon pengantinku telah pergi meninggalkanku… bidadari itu telah pergi meninggalkanku, tidak sanggup menungguku terlalu lama. Aku sangat sedih atas kepergiannya, namun tentunya aku harus tahu bahwa Tuhan selalu punya rencana bagi makhluk-Nya. Dia mungkin bukan jodohku, Tuhan mungkin telah menyiapkan yang lebih baik untukku kelak, yang harus kuperjuangkan agar bisa kudapatkan. Semua pasti akan indah pada waktunya.

Dua puluh empat tahun ya… benar-benar tidak terasa. Tidak, maksudku aku merasakannya. Aku merasakan perubahan yang terjadi berangsur-angsur dalam hidupku yang fana ini. Aku mengalaminya sendiri, bagaimana seorang Lukman Maulana, seorang lelaki yang egois, kesepian, namun tampan ini melewati hari-hari penuh lika-liku yang sedikit demi sedikit membentuk karakternya. Ibarat seekor Komodo yang langka dan beracun… yang kurasa sangat tepat mewakili karakterku. Yeah, walaupun awalnya nama Komodo bukan aku ambil dari nama binatang itu melainkan kuambil dari nama busway.
Ulang tahun sendiri bagiku adalah sebuah tahapan, yang akan selalu berubah, tidak akan pernah sama dari tahun ke tahun. Aku ingat benar bagaimana aku melewati hari ini beberapa tahun yang lalu. Aku ingat saat ayahku mengajakku makan besar di Bontang Kuring saat aku masih sangat kecil; aku ingat saat aku menangis merengek meminta dibelikan hadiah pada ibuku; aku ingat saat kakak dan adikku bersama sepupu yang lain menghajarku dengan tepung, air, telur, dan minuman ringan; aku ingat saat timnas Indonesia mengalahkan Qatar di Piala Asia; aku ingat saat tanteku menghadiahiku lembaran kertas merah; aku ingat saat aku bersama keluargaku membakar ikan di halaman belakang; aku ingat saat berlari penuh kemenangan saat membaca pengumuman kelulusan…. Aku ingat itu semua… aku ingat…

Ulang tahun baiknya dijadikan sebagai bahan renungan, sebagai bahan introspeksi diri atas apa yang telah berlalu. Mengingat kembali masa lalu bukanlah kesalahan, namun menjadi pembelajaran bagi masa depan… bagi masa yang serba tidak pasti, agar kita tidak kembali melakukan kesalahan, agar kita dapat menjadi lebih baik lagi ke depannya. Bagiku ulang tahun bukanlah perayaan, bagiku ulang tahun adalah peringatan. Peringatan bahwa kita semakin tua, peringatan bahwa kesempatan kita sebenarnya semakin berkurang, peringatan bahwa kita mestinya bersyukur kepada Tuhan atas kesempatan yang diberi. Tidak banyak manusia yang seberuntung kita bila kita masih bernafas hari ini. Hidup adalah anugerah.

Untuk tahun ini ulang tahunku hampir bertepatan dengan kedatangan bulan suci umat Islam, bulan Ramadhan yang penuh berkah. Semoga di bulan Ramadhan kali ini aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik, yang lebih menghargai kehidupan. Bulan Ramadhan kali ini harus meninggalkan kesan dan harus bisa kujalani dengan sebaik-baiknya. Karena bulan ini adalah sebaik-baiknya bulan yang tidak semua orang beruntung bertemu dengannya. Bersyukurlah kaum Muslimin yang berkesempatan kembali bertemu dengan bulan ini, berbahagialah karena kebahagiaan kita menyambut bulan Ramadhan adalah bernilai pahala. Mari kita tingkatkan iman dan taqwa, jadikan hidup kita lebih berarti, dimulai dari Ramadhan kali ini. Semoga Tuhan selalu menyertai dan meridhoi niat-niat baik… Amin.

Selamat ulang tahun… diriku sendiri… 😉
Terima kasih untuk semua kawan yang telah menemaniku selama ini…
Marhaban ya Ramadhan…

Iseng kubuka surat kabar di meja salah seorang pegawai, sekedar ingin membaca berita hari ini. Saat membalik halamannya, mataku tertarik melihat kolom yang ada di bagian kanan bawah. Disana tertulis lowongan kerja untuk posisi…. Wartawan.

Cerita Tentang Laptop

kucing-maen-mac
Beberapa hari ini aku tengah bingung memilih yang mana. Aku berniat membeli sebuah laptop, tapi bingung mau beli jenis yang mana, Notebook atau Netbook?Sebagai orang yang suka menulis, komputer atau laptop adalah kebutuhan. Aku sangat ingin memilikinya agar aku bisa langsung menuangkan ide-ide yang muncul di kepalaku ke dalam dokumen-dokumen office. Well, sebenarnya aku punya sebuah laptop pemberian tanteku ketika aku mengerjakan tugas akhir dulu. Akan tetapi laptop Toshiba sederhana yang pernah digadaikan untuk membiayai kuliahku itu sudah kuberikan kepada adikku. Adikku saat ini duduk di bangku kuliah, jadi kupikir dia lebih membutuhkannya dibandingkan diriku. Sebenarnya tanteku sudah mewanti-wanti padaku untuk tidak memberikan laptop itu pada adikku. Karena dalam pandangan tanteku, adikku itu pemalas dan tidak serius kuliah, berbeda dengan diriku, begitu kata beliau.  Meski begitu tetap saja laptop itu kuberikan kepada adikku, tentunya secara sembunyi-sembunyi karena tanteku (dan juga nenekku yang setuju dengan pemikiran tanteku) pasti akan marah bila aku ketahuan memberikan laptop itu pada adikku. Seburuk apapun sifat adikku, dia tetaplah adikku. Aku percaya kalau dia akan menggunakan laptop itu dengan benar, walaupun beberapa waktu kemudian dia menghancurkan CD Drive yang ada di laptop itu. TIDAAAKKK!!! Aku telah melakukan keputusan yang salah!!! (halah)

 

Sebenarnya ada alasan lain kenapa aku memberikan laptop itu pada adikku, yaitu aku sudah bosan menggunakan laptop itu menurutku sudah sangat lemot dan ketinggalan jaman (kejamnya! Habis manis sepah dibuang! #PLAK!). Itulah kenapa saat akan pergi meninggalkan Jakarta seusai wisuda, aku menolak laptop itu saat tanteku menawarkannya padaku. Tawaran itu kemudian aku terima setelah aku berada di Kalimantan, saat aku kesepian dan butuh menuangkan ide-ideku ke dalam dokumen-dokumen word. Aku tidak menyangka kalau ternyata aku sangat membutuhkan laptop itu. Laptop itu pun dibawa oleh ibuku dari Jakarta dan rencananya akan dititipkan pada saudara yang akan pergi ke Kalimantan. Akan tetapi kemudian adikku meminta laptop itu untuk keperluannya kuliah, dan berkat bujukan ibuku, aku pun merelakan laptop itu untuk digunakan adikku dengan harapan aku dapat membeli laptop baru dengan hasil kerja kerasku sendiri. Dan rasa kesepianku pun berlanjut… 

Tidak memiliki laptop bukan berarti aku berhenti menulis. Disini, aku melakukan hobi menulisku, entah menulis cerita atau menulis blog, dengan meminjam netbook milik saudara sepupu atau menulis di komputer kantor. Akan tetapi sejak adik saudara sepupuku yang anak labil itu berseteru denganku, aku jadi tidak pernah lagi meminjam netbooknya. Satu-satunya jalan pun kini dengan menulis di komputer kantorku. Tentu saja ini masih tidak nyaman karena aku harus datang ke kantor untuk menggunakan komputer disana, mambuatku merasa tidak enak pada rekan-rekan yang lain karena sering sekali datang ke kantor di luar jam kerja. Tapi mau bagaimana lagi? Sebenarnya pernah pula aku meminjam laptop salah seorang rekanku, akan tetapi tetap saja laptop itu akan kukembalikan pula pada yang punya ditambah rasa takut kalau terjadi apa-apa dengan laptop tersebut. Jadi pada akhirnya aku sampai pada satu kesimpulan, yaitu aku harus memiliki laptop sendiri! Aku harus membeli laptop sendiri sesegera mungkin! 

Tekadku ini menjadi semakin kuat ketika aku berkunjung ke rumah salah seorang kawanku, seorang atlet lari kota Bontang. Aku begitu terkagum saat melihat isi kamarnya yang penuh dengan foto-foto lomba serta trophy dan piagam. Nomor dada juga tampak tergantung disana. Yang membuatku kagum adalah saat melihat piagam, medali, dan trophy yang menunjukkan bahwa dia pernah menjuarai kejuaraan atletik lari, menjadi juara satu dengan nilai hadiah yang fantastis. Ditambah pula dengan foto saat dia melewati garis finish serta fotonya di tangga juara, menginjak tangga nomor satu. Wow… fantastis sekali, decakku tak henti-hentinya terkagum. Yang menjadi perhatianku adalah garis finish yang berhasil dicapai oleh kawanku itu. Dari situ aku kembali teringat bahwa dalam hidup ini manusia harus memiliki tujuan atau garis finish yang harus dituju. Tujuan atau garis finish ini tidak ada satu, melainkan ada banyak sebagaimana banyaknya lomba lari yang diikuti oleh kawanku itu. Aku pun menyimpulkan bahwa dalam kehidupanku yang sepi dan membosankan ini aku harus membuat banyak garis finishku sendiri, yang harus kukejar dengan berlari. Aku harus memiliki tujuan-tujuan kecil yang harus aku capai demi menuju satu tujuan besar… 

Setelah berhasil membeli sepeda motor dengan hasil jerih payah kerjaku sendiri –ya walaupun motor itu motor bekas tapi tetap harus disyukuri–, kini aku merancang hal-hal duniawi lainnya yang ingin aku dapatkan. Rencana jangka pendekku untuk saat ini adalah membeli laptop, tinggal menetap sendiri, membeli sepeda, belajar menyetir mobil dan membeli kebun. Saat ini aku memang menetap menumpang di rumah pamanku sejak awal kedatanganku kembali ke Kalimantan, dan kupikir setelah satu tahun berada di kota ini dan setelah hampir satu tahun bekerja, aku harus menciptakan sebuah peningkatan yaitu lepas dari menumpang alias ngontrak atau ngekost sendiri. Karena jujur saja aku sudah sangat bosan hidup menumpang di rumah saudara atau keluarga lain. Sejak masih kecil aku sudah hidup menumpang di kediaman beberapa saudara atau sanak keluarga, sehingga aku telah merasakan betapa tidak enaknya hidup menumpang bagai parasit, walaupun sebenarnya aku berusaha menjadikannya mutualisme. Apalagi aku merasa tidak nyaman tinggal menumpang di rumah pamanku kali ini. Selain karena seringkali terjadi pertengkaran di dalam rumah, sepupuku yang ABG labil itu juga sangat membenciku dan berkali-kali menyindirku, seolah mengusirku secara halus. Bagaimanapun aku harus segera keluar dari rumah ini dan menetap sendiri dengan bebas. Bagaimana mungkin aku bisa nyaman bila setiap hari harus mendengar teriakan-teriakan atau pertengkaran atau berbagai macam keluhan, gerutu, sindiran yang ada di rumah itu? 

Akan tetapi sepertinya keinginan untuk menetap sendiri akan lama tercapai, mengingat setelah berhasil membeli laptop nanti aku akan kembali menabung untuk membeli kebun di Sumatra. Rencana pembelian kebun kopi ini sebenarnya sangatlah mendadak, tapi aku menyetujuinya. Kupikir perlu bagiku untuk memiliki semacam investasi demi masa depan kelak, selain tentunya memenuhi cita-citaku sejak kecil yaitu memiliki kebun pertanianku sendiri. Maka disinilah terjadi pengorbanan, dimana aku harus merelakan bertahan menetap di rumah pamanku demi bisa mendapatkan kebun masa depan yang kuinginkan tersebut. Karena bila aku memaksakan mengontrak rumah atau indekost, pastinya penghasilanku tidaklah cukup untuk membeli kebun dalam waktu dekat ini. Inilah biaya pengorbanan yang harus kuambil, makan hati demi masa depan. Semoga Tuhan memberikanku kekuatan untuk menahan emosiku agar aku tidak gelap mata dan bertindak nekat. Karena terus terang saja aku sudah sangat menahan kesabaran selama tinggal di rumah pamanku, tapi aku juga belum menemukan cara bagaimana caranya untuk keluar darisana. Ibuku bilang, “Kuat-kuat… Anggap saja sebagai nyanyian…” 

Tapi sebelum itu, aku harus sudah memiliki laptop sendiri karena aku pastinya akan bosan bila tidak ada hiburan nanti selama bertahan di rumah pamanku yang begitu emosional, sebagaimana yang disarankan oleh ibuku. Karena itulah membeli laptop adalah tujuan terdekatku saat ini. Hanya saja kemudian aku jadi bingung harus membeli yang mana mengingat laptop terdiri dari dua jenis saat ini, yaitu Notebook dan Netbook. Keduanya sama-sama memiliki nilai lebih dan juga nilai minus. Notebook, yang layarnya 14 inch itu memiliki CD Drive, keyboard yang luas dan kemampuan sistem yang lebih baik, akan tetapi ukurannya tidaklah praktis serta harganya kebanyakan mahal. Sementara Netbook, walaupun harganya relatif lebih murah dari Notebook serta berukuran kecil yang membuatnya mudah dibawa-bawa, memiliki kekurangan keyboard yang sempit, tidak memiliki CD Drive, serta tidak bisa memasang Desktop Wallpaper (untuk netbook merk HP). Hal inilah yang membuatku bingung saat ini. Di satu sisi aku mengharapkan benda yang lebih kecil dan fleksibel, lebih murah namun di satu sisi aku juga mengharapkan kemampuan yang dimilikinya. Jadi bingung nih… 

Kemudian tiga hari yang lalu, ketika aku sedang berjalan-jalan malam menyusuri kota kelahiranku seperti biasanya, aku melihat sebuah toko komputer yang sepertinya baru dibuka dan iseng-iseng aku mampir untuk melihat-lihat. Aku pun berbincang-bincang dengan penjaga toko, menanyakan hal-hal yang ingin kuketahui sebagai bahan pertimbangan untuk membeli laptop. Aku melihat banyak laptop notebook yang merek terkenal yang keren-keren dan harganya juga keren alias mahal! Kebanyakan di atas empat jutaan yang… yeah, sulit bagiku untuk mengumpulkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. Meski begitu kemudian aku melihat sebuah notebook yang menjadi incaranku. Harganya berkisar tiga jutaan namun mereknya tidak populer serta OSnya DOS, bukan Win 7. Akan tetapi sang penjaga toko bilang kalau nantinya bisa diinstalkan OS yang disuka walaupun hanya trial saja. Hmm… aku pun jadi berpikir-pikir… kupikir aku tertarik untuk memilikinya. Tiga jutaan… bisalah! 😀 

Yeah, aku akan membeli laptop itu walaupun mereknya tidak terkenal karena yang terpenting aku bisa kembali mengetik dan menuangkan ide-ideku dengan nyaman dalam menulis cerita atau blog. Maka kuputuskan sejak bulan Mei kemarin aku akan mulai menabung minimal satu juta setiap bulannya, sehingga diharapkan maksimal bulan Agustus aku sudah mampu membelinya, tepat satu tahun aku bekerja secara resmi di perusahaanku. Semoga saja tidak ada pengeluaran mendadak atau semoga saja sifat borosku tidak muncul dalam kurun waktu itu. Aku pasti bisa… aku pasti bisa membelinya secara tunai. Sebenarnya aku bisa saja mengambil kredit, akan tetapi persyaratan kredit membuatku urung mengambil keputusanku itu. Selain itu toko komputer tadi belum melayani fasilitas kredit, membuatku bisa saja beralih pada toko komputer lainnya yang memiliki opsi kredit. Entahlah, aku lebih sreg membeli secara tunai daripada secara kredit, seolah tidak punya tanggungan lagi. 

Jadi inilah garis finish terdekatku, bisa disebut juga sebagai checkpoint kalau di dunia game. Apabila aku berhasil menggapainya, maka aku akan mulai memilikirkan garis finish atau checkpoint berikutnya. Entah kenapa aku merasakan hal ini sebagai suatu tantangan, ibarat seorang atlet lari yang berlatih keras dan berusaha untuk bisa mencapai garis finish demi mendapatkan gelar juara. Ya, hidup memang harus memiliki tujuan apabila tidak ingin berjalan berantakan. Semuanya saja, tidak terbatas dalam hidup manusia, bisa juga pada kehidupan perusahaan yang pastinya memiliki beragam objective atau sasaran-sasaran yang ingin dituju apavila tidak ingin menjadi bangkrut. Dengan memiliki tujuan, kita bisa melihat masa depan secara lebih baik, memiliki sebuah visi atau pandangan dalam menjalaninya. Tentunya tujuan-tujuan itu adalah tujuan yang real atau yang memiliki kemungkinan bisa dicapai. Tapi kalau ingin tujuan yang tidak masuk akal juga tidak apa-apa, karena bagaimanapun keteguhan hati dan semangat serta niat tinggi dipadu dengan usaha terus-menerus tanpa kenal lelah mampu menembus batas keniscayaan yang ada dalam pikiran manusia. Meski begitu bagaimanapun Tuhan yang paling berkehendak, kita sebagai makhluk-Nya hanya bisa merencanakan dan berusaha sebaik yang bisa kita lakukan. Bila kita mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan tersebut, percayalah bahwa Tuhan selalu memiliki skenario yang terbaik bagi umat-Nya. Entahlah, aku jadi semakin bingung saja. Yang pasti kita semua pasti memiliki satu tujuan besar yang harus dicapai, dimana dibutuhkan tujuan-tujuan kecil dalam perjalanan menggapai tujuan besar tersebut. Well, daripada bingung dengan bahasa gak karuan barusan, lebih baik bantu aku memilih deh… bagusnya beli notebook atau netbook ya? Bagaimana menurut kalian?
*Gambar kucing random dari Google.

Ayahku Seorang Gamer: Sebuah Kenangan

 Play 
Malam itu Aku sedang asyik bermain game di komputer kantor saat Firman, satpam yang sedang berkeliling datang menghampiri untuk sekedar menyapaku. Dia lalu tertarik melihatku memainkan game online dan duduk di sampingku untuk melihatku memainkannya. Aku sedikit menjelaskan permainan itu kepadanya, menciptakan sebuah obrolan ringan di antara kami. Melihat keasyikanku memainkan game, Firman lalu berkomentar, “Memang ya kalau sudah asyik main game jadi suka lupa waktu… jam segini aja masih di kantor.” Aku hanya tersenyum sekilas mendengar komentarnya itu. Dia lalu melanjutkan komentarnya dengan berkata, “Kalau sudah punya istri pasti bisa bikin berantem… istri ngajakin tidur tapi si suaminya masih asyik main game di komputer… bisa berabe urusannya. Saudaraku seperti itu. Dia punya komputer di rumahnya dan terkadang bertengkar dengan istrinya gara-gara main game.”
“Oh ya?” sahutku tertarik.
Firman mengangguk. “Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi.”
“Ya, semakin dewasa seseorang, mereka pasti akan memikirkan hal yang lebih penting dari sekedar bermain game. Inikan hanya sekedar hiburan,” kataku kemudian.
Komentar dari satpam itu mengingatkanku pada ayahku. Meskipun ingatanku agak buram mengenai beliau, tapi aku ingat sebuah kejadian di malam itu saat aku masih kecil. Sekilas sama dengan kisah saudara si Firman itu, tentang suami istri yang bertengkar karena video game. Aku ingat ibu menyuruhku dan kakakku untuk tidur, tapi kami tidak bisa (atau tepatnya tidak tidur) karena melihat ayahku bermain game di kamar. Ibuku pun marah-marah pada ayah dan memintanya untuk mematikan game, tapi ayahku tetap asyik memainkan Mario menginjak pasukan kura-kura Koopa. Televisi kecil 14 inchi kami memang diletakkan di dalam kamar, sehingga aku dan kakakku bisa melihat ayah bermain game. Melihat ayah bermain game, tentu saja kami menjadi tertarik dan sulit untuk memejamkan mata. Ya, ayahku adalah seorang gamer.
Mesin NES alias Nintendo

Ayah adalah seorang polisi dengan jadwal kerja yang ketat seperti family man lainnya, berangkat pagi pulang malam. Dengan beban pekerjaan yang dipikulnya sebagai penegak hukum, tentunya pekerjaannya begitu melelahkan sehingga sudah sewajarnya bila beliau akan langsung beristirahat sepulang kerja. Tapi yang dilakukan ayahku bukannya beristirahat, melainkan justru menyalakan mesin Nintendo Entertainment System (NES) atau yang sering disebut Nintendo milik kami. Langsung saja ayah tenggelam dalam permainan Super Mario Bros. atau Tetris, dua judul game yang kemudian menjadi judul favoritku itu. Dan bila ayah sudah asyik bermain, perhatiannya akan terfokus penuh pada layar televisi, tidak bisa diganggu. Tak hanya mesin game rumahan, ayah juga pemain Game Watch (biasa disebut gimbot/Brick Game) yang hebat. Aku ingat saat ayah pergi ke Samarinda dulu dan pulangnya membawa dua buah Game Watch untuk kami mainkan. Aku ingat betapa senangnya aku keluar rumah menyambut kedatangan ayah sore itu. Aku bahkan sangat antusias saat menerima Game Watch dari ayah hingga aku bernyanyi-nyanyi senang, sebagaimana yang dikatakan oleh pamanku yang mengingat kejadian itu.
Meski seorang gamer, namun ayah sangat peduli terhadap pendidikan anak-anaknya. Beliau memang mengizinkan aku dan kakakku bermain game pada waktu-waktu bermain. Sebaliknya, beliau akan melarang keras kami berdua bermain game bila tiba waktu belajar. Ayahku sangat keras mengenai hal ini, dan itu meninggalkan bekas yang dalam pada diri kakakku dan juga diriku. Aku ingat jelas bagaimana ayahku dulu membekap mulutku keras hingga aku menangis meronta-ronta dulu. Aku tahu, ayahku hanya menjalankan tugasnya sebagai seorang ayah, yang baru bisa kami pahami saat kami dewasa.
Ada kalanya kami bermain game bersama, menciptakan kenangan indah di dalam keluarga. Super Mario Bros. dan Battle City (Tank 1990) adalah game yang sering kami mainkan bersama, karena memiliki fitur multiplayer. Kami bahkan memainkan Battle City dengan sangat serius, saling bekerjasama antara ayah dan anak untuk menghancurkan setiap tank lawan sekaligus mencegah mereka menghancurkan markas kami yang kami sebut Garuda karena bentuknya seperti burung Garuda. Setiap kali aku dan kakakku memainkan dua game ini, kami akan selalu teringat kenangan saat memainkannya bersama ayah. Selain bermain video game bersama, kami juga seringkali bermain game papan seperti monopoli bersama-sama. Itulah kenapa video game dan monopoli begitu dekat dengan kami.

Mario
Super Mario Bros., Favorit Kami Sepanjang Masa

Saat-saat indah itu memang telah hilang begitu saja, berbekas kenangan di dalam memoriku. Kematian memisahkan kami selamanya, menghentikan saat-saat indah bermain game bersama ayah. Ayah meninggal di tahun 1995, saat aku masih berumur tujuh tahun. Sejak itu kami tidak pernah bermain bersama lagi. Tapi memang benar, bahwa orang yang kita cintai selalu hidup di hati kita biarpun raga mereka telah mati. Kenangan indah akan kehadiran merekalah yang menjadikannya senantiasa hidup abadi. Dalam hal ini, video game yang mengingatkanku pada kenangan indah bersama ayah itu.
Beberapa tahun setelah kematian ayah, terkadang aku dan kakakku memainkan kembali game Super Mario Bros. dan Battle City secara bersama-sama. Kami bermain bersama dengan asyiknya, sebagaimana yang dulu kami lakukan bersama ayah. Dalam sela-sela permainan itu, kakak biasanya bercerita betapa dia sangat menikmati permainan bersama ayah dulu. Kami berdua pun akan selalu terkenang pada masa-masa itu apabila kami memainkan dua game itu bersama-sama. Entah mengapa kami seperti merasakan kebaradaan ayah di antara kami berdua saat kami memainkan dua game itu kembali. Seolah ayah ingin mendampingi kami berdua memainkan game favorit kami… seolah ayah ingin melihat keceriaan anak-anaknya yang seharusnya hidup tanpa beban…. Ayah…
(aku benar-benar menangis saat menulis bagian ini…)

Battle City, Game Tempur Penuh Kenangan

Like father like son, mungkin pepatah itu tepat diberikan untukku. Ayahku seorang gamer, dan darah gamer itu juga mengalir dalam darahku. Saat aku beranjak dewasa, video game mewarnai hidupku dan menjadi salah satu kegemaranku. Meski begitu aku bukanlah maniak game seperti anak-anak zaman sekarang. Aku bermain game pada waktu-waktu senggang, menjadikannya benar-benar sebagai hiburan yang melepaskan kepenatan. Meski begitu pernah kalanya aku keranjingan bermain game saat di bangku kelas satu SMP dulu, ketika PlayStation sedang berjaya. Seringnya bermain di game di rental terdekat membuat nilaiku jatuh sehingga mendapatkan murka dari ibuku. Saat itu aku sangat menyesal dan kemudian memutuskan untuk tidak bermain game lagi. Itu bekerja cukup baik di masa-masa SMP hingga kemudian aku duduk di bangku SMA. Di SMA, tepatnya di awal kelas dua, aku mendapat hadiah komputer dari tanteku yang kaya raya. Awalnya sama sekali tidak ada game di komputerku, kecuali game-game standar macam Solitaire atau Minesweeper, karena tujuan utama komputer itu adalah untuk belajar atau mengerjakan tugas sekolah. Well, tujuan untuk belajar itu tidak sepenuhnya benar karena pada kenyataannya aku mulai melakukan hobi terbesarku dengan komputer itu, yaitu menulis cerita. Kemampuan mengetikku yang banyak dikagumi orang pun bermula dari sana. Hingga kemudian tukang servis komputer yang kupanggil untuk memperbaiki komputer menawarkan menginstallkan game di komputerku. Tukang servis itu bahkan mengkopikan lagu-lagu Dangdut kesukaan ibuku di komputer. Dan kisahku dengan video game pun berlanjut tatkala dua game yang diinstalkan oleh tukang servis itu, yaitu Counter-Strike dan Red Alert 2 menjadi game favoritku yang hampir selalu aku mainkan setiap harinya sepulang sekolah. Kedua judul game ini benar-benar pelepas stres yang mujarab. Game menembak Counter-Strike melampiaskan emosiku sementara game strategi Red Alert 2 membuat kepalaku terus bergerak untuk berpikir. Aku tidak punya masalah dengan memainkan dua game ini yang menurutku sama sekali tidak mengganggu waktu belajarku ataupun waktu tidurku. Sebaliknya, aku justru merasa terbantu dengan dua game itu yang menurutku sangat mendukung kegiatan belajarku. Aku merasa lebih terstimulasi untuk belajar setelah memainkan dua game itu di siang atau sore harinya. Hasilnya, aku meraih puncak prestasiku di SMA. Sejak saat itu petualanganku di dunia game bermula. Perburuanku terhadap game-game genre tertentu ataupun game-game klasik pun dimulai hingga kini. Ya, seperti ayahku… aku juga adalah seorang gamer.

RA2
Red Alert 2, Game Strategi Favoritku

Tapi tentunya tidak selamanya aku akan bermain game. Aku menyadari bahwa usiaku semakin bertambah dan kini aku bukanlah remaja atau anak-anak lagi. Kawan-kawan sebayaku bahkan sudah banyak yang menikah dan memiliki anak. Seperti yang kukatakan sebelumnya, semakin dewasa seseorang, mereka pasti akan memikirkan hal yang lebih penting dari sekedar bermain game. Inikan hanya sekedar hiburan, bagi mereka yang mampu memahaminya dengan baik. Well, meski begitu bagaimanapun aku adalah seorang gamer. Bagiku, gamer sejati adalah mereka yang menikmati waktu bermainnya, yang dapat berlaku bijak pada waktu kehidupannya. Kembali pada kisahku di bagian awal tulisan ini, aku membayangkan nantinya apabila aku sudah menikah dan memiliki anak. Anakku pastilah nantinya menyadari bahwa ayahnya adalah seorang gamer. Mungkin aku akan mengajaknya bermain game bersama sebagaimana yang dilakukan ayahku dulu padaku. Tapi aku tidak bisa menjamin bahwa anakku kelak juga akan menjadi seorang gamer seperti ayah dan kakeknya, mewarisi darah gamer dari kami berdua. Mungkin pula dia tidak akan bangga karena ayahnya seorang gamer dikarenakan tudingan negatif kebanyakan orang pada para gamer. Entahlah, masa depan serba tidak terduga, dimana kehidupan seorang anak bergantung pada bagaimana cara orang tua mendidiknya. Yang pasti aku akan selalu berharap bahwa anakku kelak akan menjadi anak yang baik, yang soleh, berbakti pada orang tua, agama, dan negara. Cuma itu saja, tidak lebih.

Terkadang aku teringat pada ayahku apabila melihat seorang ayah asyik bermain dengan anaknya laki-laki. Kenangan masa kecilku yang kabur muncul begitu saja di kepalaku. Terkadang aku menganggap ayah-ayah itu adalah ayah-ayah yang luar biasa, yang menyempatkan waktunya bermain atau menghabiskan waktu bersama anak-anak mereka. Inilah yang diperlukan anak-anak di masa sekarang ini dan seterusnya, kehangatan seorang ayah. Karena masa kecil adalah masa emas yang membentuk karakter seorang anak. Orang tua yang bijak tahu bagaimana memaksimalkan kesempatan itu untuk menciptakan kenangan berarti bagi anak-anak mereka, yang akan selalu mereka kenang sebagai bekal kehidupan mereka kelak. Berbahagialah mereka, anak-anak yang memiliki waktu bersama ayah mereka… sementara sedihlah mereka, ayah-ayah yang melupakan anak-anak mereka…
Mungkin inilah titik awal dari dekadensi moral remaja zaman sekarang. Ayah mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing-masing hingga melupakan kewajiban mereka sebagai orang tua. Jadinya tak heran bila kemudian aku menemukan anak-anak kecil usia sekolah masih nongkrong di warnet atau di rental game hingga larut malam untuk bermain game online. Bahkan aku menemukan ada anak yang tertidur di warnet karena menunggu giliran main. Tidak ada filter, tidak ada pengendali, anak-anak itu bergerak begitu saja menjadi anak-anak yang malas yang bisa berbuat seenaknya. Berbeda jauh dengan masa kecilku, terutama saat ayah mendampingiku bermain game. Tapi zaman sekarang susah sih, teknologi semakin maju dan jenis game pun menjadi semakin canggih serta beragam saja, tidak seperti dulu. Lihat aja betapa banyaknya game-game bertema kekerasan dengan grafik wah yang bisa didapatkan dengan mudah dan bisa dimainkan siapa saja tanpa ada kendali yang ketat. Tengok game Point Blank yang dengan jujurnya menampilkan cipratan darah. Tengok pula bagaimana ucapan anak-anak itu saat memainkannya: “ccd”, “anjing”, “bangsat”. Benar-benar sangat menyedihkan. Bandingkan dengan masa dulu saat video game hanya berupa perpaduan piksel kasar ala Tetris atau Super Mario., dua judul yang benar-benar menampilkan dunia game secara apa adanya, begitu sederhana namun menyenangkan…. tidak seperti game-game sekarang yang kebanyakan menampilkan grafik menawan yang begitu realistis seperti aslinya di dunia nyata tapi mengundang caci-maki. Esensi awal video game pun berubah dari sekedar permainan hiburan menjadi sebuah gaya hidup yang tidak produktif. Ayahku pasti akan sangat sedih bila beliau masih hidup dan melihat betapa absurdnya dunia game saat ini….

violent-video-games2
Video Game sekarang: Semakin realistis, semakin berbahaya

Untuk ayahku, terima kasih atas kenangan indah yang kau ciptakan dalam waktu singkatmu bersama kami. Aku sama sekali tidak pernah ingin berpisah denganmu, tidak ingin kehilanganmu karena saat itu aku benar-benar masih membutuhkanmu… membutuhkan seorang ayah. Tapi Tuhan punya cerita yang lebih baik. Tuhan pastilah punya jalan yang lebih baik dengan mengambilmu kembali dari kami begitu cepat saat kami masih sangat membutuhkanmu. Kau tahu ayah, aku sering iri bila melihat anak-anak lain pergi bersama ayah mereka. Aku sering iri saat melihat kawan-kawanku dibelikan sepeda motor oleh ayah mereka. Aku iri saat ayah-ayah itu mendampingi anak-anak mereka di waktu wisuda. Aku begitu iri saat para ayah dan anak laki-lakinya berjalan bersama untuk ibadah Jum’at. Aku iri… aku iri sekali…
Karena itulah aku tidak habis pikir bila ada anak yang meninggalkan atau melantarkan ayah mereka… Karena itulah aku tidak habis pikir bila ada ayah yang melupakan anak-anak mereka. Anak adalah titipan Tuhan, yang mesti dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya. Sementara orang tua dan keluarga adalah nikmat dari Tuhan, yang mesti disyukuri dengan penghargaan dan perlakuan terbaik. Demi Tuhan… cintailah keluargamu…
Ayah, semoga engkau bahagia di alam sana… Semoga Tuhan memberikan tempat terbaik untukmu di surga-Nya. Aku tahu betapa engkau mencintaiku ayah… Aku tahu betapa ayah selalu menyayangi kami semua… keluargamu. Ayah mungkin pernah berlaku keras pada kami, tapi kami tahu bahwa itu adalah tanda cinta Ayah pada kami. Kami sebagai anak-anak mungkin tidak dapat memahaminya, tapi kami sebagai orang dewasa paham betul akan hal itu. Ayah akan selalu menyayangi kami bagaimanapun keadaannya, sebagaimana kami yang selalu menyayangi ayah walaupun ayah telah lama pergi meninggalkan kami dan takkan pernah kembali. Karena bagi kami ayah tidak pernah mati… bagi kami ayah selalu hidup dalam hati kami…
Like father, like son… seperti ayah, demikian pula putranya… Dengan berbekal kenangan indah dalam waktu singkat kita… aku akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk membuatmu bangga, Ayah… Sebagaimana kebanggaanku padamu… karena bagiku hidup adalah sebuah permainan… Life is a game…

Ya, ayah… aku juga seorang gamer…

***

Family

I hope you grow up to become that everything you can be
That’s all I wanted for you young’n, like Father, like Son

But in the end I hope you only turn out better than me
I hope you know I love you young’n, like Father, like Son

My little man, your day is coming, coming, your day is coming, I tell you
And when it comes, just keep it running, running, just keep it running, I tell you
The Game – Like Father Like Son

Pemuja Rahasia Itu Ada: Bagian Kedua

secret-admirer
Aku sedang duduk mengerjakan transaksi di meja kerjaku saat sebuah SMS masuk ke ponselku. Rupanya dari D.

D: Lukman, kamu sibuk gak?
Aku: Iya, emang kenapa?
D: Iya gimana? Sibuk? Nanti malam aja kalau begitu…
Aku: Iya lagi sibuk. Apanya yang nanti malam?
D: Ada yang mau aku tanya. Kalau sekarang sibuk, nanti malam aja.Malamnya, D mengirimkan SMS lagi. Kebetulan aku belum pulang dari kantor untuk melakukan hobiku, menggambar. Aku memang suka sekali menggambar atau menulis cerita di komputer kantor, kadang bisa hingga larut malam, sendirian di kantor.D: Lukman, udah pulang kantor?
Aku: Aku masih di kantor, tapi nyantai sih.
D: Aku mau nanya.
Aku: Tanya aja
D: Kalau aku minta balikan, kamu mau gak?Aku kaget saat dia bertanya seperti itu. Sebenarnya tidak terlalu kaget sih, mengingat dari perlakuannya padaku menunjukkan bahwa dia masih menaruh harapan padaku. Meski begitu saat ditanya seperti itu, aku tidak tahu harus menjawab apa. Jujur kuakui aku tidak memiliki perasaan apapun padanya, hanya sekedar teman. Dan berkaca pada hubungan singkat kami sebelumnya, kupikir tidak ada gunanya bila kami menjalin hubungan kembali. Saat itu dia mengatakan bahwa dia tidak pernah berhasil dalam hubungan jarak jauh, sementara saat ini keberadaan kami terpisah oleh jarak dan waktu sehingga pertemuan sangatlah tidak memungkinan. Kupikir aku akan menolaknya, tapi aku bingung harus menjawab bagaimana. Aku takut jawabanku nantinya akan menyakiti hatinya. Setelah menimbang beberapa menit, akhirnya aku memberikan jawaban.

Aku: Maaf D, saat ini aku belum mau jalin hubungan sama cewek. Lagipula aku tinggal jauh dari kamu. Aku belajar dari hubungan sebelumnya, kayaknya kita gak cocok. Sebelumnya aku minta maaf, kuharap kamu bisa menerimanya. Masih banyak kok cowok yang lebih baik dari aku.
D: Aku tahu kamu bakalan bilang gitu. Aku tahu waktu itu aku memang keterlaluan. Aku yang harusnya minta maaf. Waktu itu aku gak tahu apa yang sebenarnya aku mau. Sekarang saat aku sadar, ternyata semuanya sudah berbeda. Terima kasih sudah baik sama aku.
Aku: Sama-sama D, aku senang kalau kamu mau mengerti… Kita lebih baik berteman saja, seperti dulu…

Sampai disini aku merasa lega karena dia bisa menerima keputusanku. Lebih dari itu, dia mengakui kesalahan yang diperbuatnya dulu, yang membuatku memutuskannya. Bisa dibilang aku adalah tipe lelaki serius yang tidak suka dipermainkan, dan aku tidak suka hal-hal yang menguji perasaanku sebagaimana yang pernah dilakukannya padaku. Bagiku sebuah hubungan haruslah berjalan apa adanya, mengalir begitu saja seperti air karena aku percaya itu. Tak lama, dia mengirimkan SMS lain padaku.

D: Aku boleh nanya satu lagi?
Aku: Tanya aja.
D: Kamu pernah gak punya perasaan suka ke aku, walaupun cuma sedikit?

Ditanya seperti itu membuatku berpikir. Sudah kukatakan di atas tadi kalau aku tidak memiliki perasaan apapun padanya, hanya sekedar teman lama. Akan tetapi dalam kesendirianku disini, terkadang aku suka tersenyum sendiri bila memikirkannya. Terkadang aku ingin bertemu dengannya, atau dia hadir di dekatku. Tapi kemudian kusadari bahwa perasaan itu hanya dikarenakan kesendirianku yang merindukan teman wanita, tidak lebih. Meski begitu aku tidak mau memungkirinya.

Aku: Pernah, kadang-kadang.
D: Karena perasaan yang aku rasain ini milik aku sendiri, aku boleh kan nunggu kamu?

Aku kembali terkejut saat membaca SMS balasannya. Disini aku merasa sangat heran, sebegitukah dia menyukaiku hingga dia menggatakan akan menungguku? Aku heran. Benar-benar heran. Kami saling mengenal saat masih kecil dulu, saat duduk di sekolah dasar. Pertemanan kami berlanjut hingga sekolah menengah pertama, akan tetapi sejak itu kami hampir tidak pernah bertemu ataupun berbicara. Bahkan kenangan yang kuingat jelas darinya adalah saat-saat sekolah dasar dulu, dimana kami duduk satu bangku. Perlakuannya padaku dulu sangat jahat, meledekku habis-habisan, mengerjaiku, intinya hampir selalu membuatku kesal. Tapi aku tidak menyimpan dendam atau memasukkannya ke dalam hati. Aku menyadari bahwa saat itu kami masih anak-anak yang suka bermain, jadi kusimpulkan bahwa namanya juga anak-anak, ada kalanya berbuat nakal atau bandel, itukan wajar. Dia sendiri telah meminta maaf padaku akan sikap-sikapnya dulu padaku, saat kami kembali bertemu melalui jejaring social Facebook, bertahun-tahun setelahnya. Dan dari situlah kemudian aku mengetahui perasaannya yang sebenarnya, bahwa dia menyimpan rasa suka padaku sejak masa itu, yang disembunyikannya dengan sangat rapat, yang ditutupinya dengan sikapnya yang judes dan menyebalkan padaku. Disini aku tidak percaya menemukan hal seperti itu, seseorang yang memendam perasaan sukanya sejak masa kecil hingga dia dewasa. Kupikir hal-hal seperti ini hanya ada pada kisah-kisah cinta fiksi yang ada di novel-novel atau majalah remaja. Tidak, hal itu benar-benar ada dan aku mengalaminya sendiri (baca bagian pertama untuk lengkapnya).
Pada akhirnya setahun yang lalu kami sempat menjalin hubungan… jarak jauh. Akan tetapi beberapa hari saja kami menjalin hubungan, sikapnya padaku begitu menyebalkan dengan berkali-kali menanyakan apakah aku benar-benar mencintainya. Dia bahkan meminta putus yang langsung saja kuiyakan. Akan tetapi setelah itu dia justru marah-marah yang ditumpahkannya dalam status Facebooknya. Kubalas status itu dengan menulis status yang menyatakan bahwa tak masalah bila aku dibenci, yang terpenting aku berusaha untuk tidak membenci. Saat itulah dia meminta maaf dan kami berbaikan seperti sedia kala, memutuskan hanya berteman saja tanpa ada hubungan lainnya. Hingga SMS yang dikirimkannya meminta balikan tadi…
Dalam lanjutan SMSnya dia mengatakan akan menungguku, membuatku bingung harus berbuat apa. Bayangkan saja, ada seseorang disana yang mengatakan akan menungguku? Sementara kami bahkan tidak pernah bertemu? Begitu hebatkah rasa cinta yang dimilikinya hingga dengan tegas mengatakan hal seperti itu? Padahal diakan seorang wanita! Ah, sial… hal ini membuatku semakin pusing saja… Well, setelah berpikir sejenak, akhirnya kubalas juga SMSnya, sekaligus menyatakan rasa heranku atas perasaannya yang… ekstrim.

Aku: Janganlah menunggu yang tidak pasti, tapi kalau kamu mau menunggu itu hak kamu. Btw, aku heran lho, kok segitunya kamu sama aku? Kita kan gak pernah ketemu, tapi kok bisa kamu suka sama aku ya?
D: Aku sukanya udah lama, susah ilang, kamu aja yang gak tahu, hehe.. 😛
Aku: Emang apa sih yang kamu suka dari aku? Aku kan orangnya tolol banget.
D: Gak tahu tu D, kok bisa bertahun-tahun nyimpen suka sama kamu.

Well, rangkaian SMS itu pun mengakhiri percakapan kami malam itu. Aku benar-benar heran padanya. Dia bilang dia suka aku dari dulu, padahal seingatku dulu, (dan kupikir sekarang juga masih) aku adalah anak yang tolol, ceroboh, cengeng, yang intinya sama sekali tidak dapat diandalkan dibandingkan anak-anak lainnya. Nah, kok bisa-bisanya ada cewek yang bilang suka padaku?
Mengingat kesendirianku hingga saat ini, terkadang terpikir untuk menerimanya sebagai pendampingku, sebagai kekasihku. Terlebih setelah semua yang dia utarakan padaku bahwa dia begitu mencintaiku dan rela menunggu untukku. Akan tetapi kemudian aku memikirkannya kembali. Dia adalah anak orang kaya, yang terbiasa dengan gaya hidup mewah ciri khas anak-anak orang kaya sementara aku hanya pemuda miskin dengan penghasilan pas-pasan yang akan sulit untuk memenuhi gaya hidupnya itu. Membaca status-statusnya di Facebook cukup bagiku untuk menyimpulkan hal tersebut. Tempat makannya, pendidikannya, hingga liburannya, semua membawaku pada kesimpulan bahwa gaya hidupnya berbeda denganku. Hal ini berbeda sekali dengan tipe wanita idamanku, yaitu wanita sederhana yang mau menerimaku apa adanya. Karena dalam mencari kekasih, aku memikirkan jangka panjang untuk menjadikannya istri, karena aku serius akan hal ini. Aku hanyalah lelaki dengan penghasilan pas-pasan, yang akan berpikir dua kali sebelum memutuskan makan di rumah makan mewah. Yang kucari adalah wanita dengan kesederhanaan, bukan yang menuntut kesempurnaan. Ditambah lagi kedua saudaraku, kakak dan adikku kelihatannya tidak setuju bila aku bersama dengan D. Kakakku tidak menyarankanku menjalin hubungan dengannya, sementara adikku terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya. Apalagi ibuku yang mengatakan kepadaku untuk sebisa mungkin tidak mencari kekasih dulu, menyarankanku untuk fokus membangun karirku. Dari situ cukuplah bagiku untuk mengambil kesimpulan, bahwa kami berdua tidaklah cocok. Tidak ada yang perlu dilanjutkan, tidak ada yang perlu dikembalikan dalam hubungan ini karena kutahu pemaksaan dalam hubungan ini hanya akan berakibat fatal. Memang berteman adalah jalan yang terbaik, walaupun mungkin ada perasaan yang tersakiti. Aku sendiri cukup menyesal untuk hal ini, dan dalam hati aku berdoa semoga dia menemukan lelaki yang lebih baik dariku… yang lebih mapan dan lebih memahami perasaannya… Cuma itu aja sih… Toh jodoh tidak akan lari kemana kok, kalau kami memang berjodoh pasti Tuhan kan menyatukan, tapi kalau tidak ya… jangan dipaksakan…
Ya, begitulah kisahku dengan pemuja rahasiaku. Ini bagian kedua kelanjutan dari kisah sebelumnya setahun yang lalu, semoga saja menjadi yang terakhir. Sebenarnya aku berharap bisa menuliskannya dengan lebih baik, mengingat menurutku kisah ini benar-benar tidak bisa dipercaya, khususnya olehku sendiri. Tapi entah kenapa semakin lama kemampuanku menulis blog menjadi semakin menurun saja… jadi inilah yang bisa kutuliskan dan aku minta maaf kepada D apabila membaca tulisanku ini, aku sama sekali tidak bermaksud membagikan kisah kita berdua ini… aku hanya ingin menyampaikan perasaanku saja. Maaf bila ini menyinggungmu dan terima kasih karena telah menyimpan namaku cukup lama di hatimu. Lupakan aku dan temukanlah pria yang lebih baik dariku. Terakhir, kutulis ulang perasaan hatimu yang kulihat di statusmu, yang kuterka berhubungan dengan penolakanku kemarin… Maafkan aku…

Langit gelap, hujan lebat, kilatan petir…
Sepertt suasana hati yang telah dipermainkan…
Suraaaaam…

Benar-benar tidak pernah membencimu,
bahkan sangat menyayangi dan merindukanmu… sahabatku…

Tidak Sengaja ke Prakla

Prakla, adalah nama sebuah tempat di kota Bontang, tepatnya di wilayah Berbas Pantai. Daerah ini terdiri dari rumah-rumah kayu yang berdiri di atas laut dengan terhubung oleh jembatan kayu seperti yang bisa dilihat di Bontang Kuala. Tempat ini dikenal sebagai tempat hiburan malam kota Bontang, dimana terdapat banyak rumah-rumah karaoke dan hiburan disini. Keberadaan Prakla sudah sangat populer di kalangan warga kota Bontang yang mengenalnya sebagai “lokalisasi”. Aku pertama kali mendengar nama ini dari sepupu yang menceritakannya ketika aku baru pertama kembali lagi ke Bontang. Aku terkejut saat pertama kali mendengarnya, karena kupikir Bontang adalah kota yang religius, manalah mungkin memiliki tempat yang dijadikan lokalisasi. Menurut sejarahnya, Prakla awalnya hanya dijadikan pusat karaoke hiburan malam, namun praktek prostitusi dan penjualan minuman keras ditengarai marak berlangsung disana. Pihak satpol PP pernah menggerebek dan melakukan pembongkaran di wilayah Prakla, namun diduga karena bocor, operasi satpol PP tersebut tidak berjalan efektif.
Mendengar catatan hitam tentang Prakla, tentunya aku tidak memiliki niat sekalipun untuk datang kesana walaupun saat pertama kali kudengar tempat tersebut juga seperti Bontang Kuala dengan rumah-rumah kayu berdiri di atas laut cuma lebih kecil, mungkin tidak ada sepertiganya. Meski begitu rupanya takdir membawaku juga “kembali” kesana. Secara tidak sengaja, aku pergi kesana dan menginjakkan kakiku di lantai kayunya. Hari itu hari Minggu, dimana aku dan Mas Catur, teman sekantor sekaligus teman latihanku pergi ke Berbas untuk membeli seragam. Berbas adalah suatu wilayah di kota Bontang yang dikenal sebagai pusat perdagangan kota Bontang. Lama kali menyusuri jalanan Berbas mencari toko yang kami cari di satu sisi jalan Berbas namun kami tak kunjung menemukan toko yang kami maksud. Sebelum berbalik arah untuk menyusuri sisi jalan lain di Berbas, Mas Catur mengajakku untuk mampir sebentar ke tempat yang disebutnya Berbas Pantai atau pantainya Berbas. Aku yang ingin tahu banyk tentang kota kelahiranku pun mengiyakan saja dan kemi pun meneruskan perjalanan ke bagian dalam Berbas. Setelah melewati jalanan yang cukup lengang, akhirnya kami mencapai perkampungan yang mirip Bontang Kuala dengan rumah-rumah kayu berdiri di atas laut dan jembatan kayu lebar panjang. Saat pertama kali melihat perkampungan ini, entah kenapa aku langsung teringat akan Prakla, yang kata sepupuku mirip dengan Bontang Kuala. Tapi saat itu kukira Prakla tidak berada di Berbas sehingga aku pun langsung menyingkirkan pikiranku itu. Akan tetapi saat kami menyusuri jalanan kayu perkampungan tersebut, entah kenapa pikiran itu kembali muncul. Kulihat di kanan dan kiri jalan terdapat banyak rumah-rumah dengan papan nama bertuliskan “karaoke”. Tentu saja bagiku aneh karena rumah-rumah karaoke itu berjajar di sepanjang perjalananku menyusuri perkampungan itu. Kulihat banyak wanita-wanita muda dengan pakaian yang seksi berjalan atau nongkrong di depan rumah-rumah itu. Dalam hati aku trerus bertanya apakah tempat yang kudatangi saat itu adalah Prakla. Berikutnya aku melihat laki-laki bertubuh besar di salah satu rumah karaoke. Dengan mengenakan pakaian singlet, terlihat jelas tatto-tatto sangat di tubuh lelaki itu. Wajahnya juga sangar dengan kulit cokelat kehitaman. Langsung aja aku menebak dalam hati, apakah lelaki itu adalah preman? Aku sendiri sempat merinding dan berkata pada Mas Catur kalau aku merasa takut. Pada akhirnya kami tiba di wilayah pantai, atau tepatnya tepian laut. Lautan biru luas langsung terlihat jelas dan tampak pula patung Merlion di seberang sana, di Tanjung Laut. Barulah aku teringat kalau Berbas dan Tanjung laut itu letaknya berdekatan. Beberapa kapal nelayan tertambat di dermaga Berbas Pantai yang kami datangi itu, sementara ada sebuah kapal kecil berisi banyak orang bergerak di perairan di samping dermaga. Aku dan Mas Catur pun menikmati sejenak pemandangan lautan yang ada disana dan mengabadikannya dalam beberapa jepretan foto. Kami melihat aktivitas para nelayan yang ada disana, dengan beberapa anak kecil yang tampak asik bermain-main dengan riangnya. Aku bergerak melihat-lihat dermaga itu, berjalan tepat ke batas lautnya. Saat duduk di tepian laut dan memandang ke bawahnya itulah tiba-tiba sesuatu yang tidak asing bergerak cepat di memoriku. Oh tidak, aku pernah ke tempat ini sebelumnya! Tiang-tiang dermaga di bawah laut yang berkerak, kedalaman laut dan juga bagian paling tepi dermaga ini… aku pernah duduk di tempat ini sebelumnya! Potongan ingatanku yang buram pun perlahan menjadi jelas walaupun tidak bisa lebih jelas lagi. Dulu saat aku masih kecil, aku pernah bediri disini, pernah duduk disini. Aku ingat dulu ada lomba dayung dan ada banyak orang yang menyaksikannya. Aku ingat saat itu aku duduk di tepian dermaga dengan kaki terjulur ke laut, melihat takut air laut yang biru dan dalam. Aku ingat karang yang ada di dalamnya… aku ingat kerak pada tiang penyangga kayu-kayu itu. Aku dulu pernah ke tempat ini! Seketika aku terdiam sejenak, merenungi waktu yang telah berlalu begitu cepat. Dulu seorang anak laki-laki manja duduk dengan perasaan riang gembira dengan apa yang dilihatnya. Kini anak laki-laki itu telah kembali dan berdiri mengenang masa kecilnya yang terlupakan. Lomba dayung itu… keramaian itu… semuanya masih samar-samar. Hanya satu dari kenangan itu yang teringat jelas hingga saat ini… rasa takut itu… ketakutan itu masih sama.
Setelah beberapa saat menikmati hari libur kami di dermaga itu, kami teringat tujuan kepergian kami sebenarnya dan bergerak meninggalkan perkampungan itu untuk kembali ke pertokoan di Berbas. Dalam perjalanan meninggalkan perkampungan itu, kami berpapasan dengan sekelompok wanita yang sepertinya baru saja selesai mandi. Mereka mengenakan handuk dan berjalan bersamaan di sepanjang jalanan kayu perkampungan tersebut. Sekali lagi terbersit perkiraan di pikiranku… apakah tempat ini adalah Prakla? Tidak, ini bukan Prakla, ini Berbas Pantai, batinku berusaha menyingkirkan pikiran itu, tidak mau mengotori masa kecilku yang terkenang kembali.
Beberapa hari kemudian barulah kusadari bahwa perkampungan yang kudatangi itu adalah memang benar Prakla. Mas Catur sendiri sangat terkejut ketika menyadari kami tidak sengaja datang kesana. Berarti dugaanku memang benar, tempat itu adalah Prakla. Tempat-tempat karaoke, wanita-wanita berpakaian ketat nan seksi, dan lelaki-lelaki besar hitam penuh tato… tak salah lagi, itulah Prakla. Konon banyak wanita muda yang dijebak di tempat ini dan mereka tidak bisa kembali karena penjagaan preman-preman itu, sebuah kisah ironis di negeri Indonesia tercinta. Bagaimanapun praktek prostitusi tidak bisa dibenarkan, pemerintah harus bersikap tegas mengenai hal ini. Semoga mereka yang berkecimpung dalam kegiatan dosa seperti ini dapat segera tersadar dan mendapat hidayah dari Tuhan untuk kembali ke jalan yang benar. Amin.
Well, tempat yang tidak ingin kudatangi pada akhirnya kudatangi juga secara tidak sengaja. Dengan berbekal sepenggal ingatan, ingatan tentang seorang anak laki-laki yang takut saat melihat kedalaman laut, sedikit demi sedikit bagian diriku mulai kembali ke kota ini. Dulu almarhum ayahku membawaku ke tempat itu untuk menyaksikan lomba dayung saat ibuku arisan, cuma itu kalimat pengingat yang kudapati. Tak banyak memang karena saat itu aku terlalu kecil untuk bisa mengingatnya. Hanya hal-hal yang meninggalkan kesan mendalam yang bisa kuingat, seperti rasa takutku melihat lautan yang dalam atau ketika aku terjatuh di turunan dekat rumahku dulu. Terkadang aku senyum-senyum sendiri saat mengingat “kunjunganku” ke Prakla. Lucu aja gitu mengingat kedatanganku yang tidak sengaja ke Prakla. Semakin bertambah lucu saat kuceritakan pada ibuku dan beliau langsung berkata, “Jangan sekali-kali lagi datang kesitu!”

Perpisahan dan Kenangan…

Gambar

Foto perpisahan dengan Mas Adi (nomor dua dari kiri/di sampingku)

Awal bulan lalu adalah awal bulan yang cukup sedih. Aku mesti berpisah dengan dua pegawai di kantor PLN area Bontang, pejabat SDM Mas Debby dan driver Mas Adi. Mas Debby dipindahtugaskan ke PLN Wilayah Kalimantan Timur di Balikpapan sementara Mas Adi mengundurkan diri untuk mencoba peruntungan lain di kota Samarinda. Kedua orang ini adalah pegawai yang baik yang disukai oleh rekan-rekan lainnya. Tak ayal bila kemudian perpisahan dengan mereka berdua bisa begitu emosional. Tapi setiap pertemuan memang selalu berakhir dengan perpisahan…
Pada tulisanku kali ini aku akan sedikit bercerita tentang Mas Adi, driver PLN. Aku sedang asyik mengetik di komputerku saat Mas Adi datang mengucapkan perpisahan pada rekan-rekan lainnya. Aku sendiri terkejut saat mendengar Mas Adi mengundurkan diri dan akan pindah ke Samarinda. Rasanya begitu sedih harus berpisah dengan Mas Adi yang sudah begitu baik padaku. Aku ingat waktu itu aku pernah merasa sakit, tidak enak badan, panas dan pusing. Kebetulan Mas Adi lewat di depanku dan aku iseng bertanya mengenai obat yang tepat untuk sakitku. Mas Adi menyarankan sebuah nama obat untuk kubeli di apotek. Tak lama kemudian dia kembali datang ke mejaku untuk memberikan dua tablet obat yang dimaksud, yang ternyata dia masih memilikinya. Aku berterima kasih padanya dan langsung meminumnya. Obat tersebut memang manjur karena tak lama setelah aku meminumnya, kondisi kesehatanku mulai membaik.
Hubunganku dengan Mas Adi bisa dibilang cukup baik bila dibandingkan hubunganku dengan Mas Debby, namun bukan berarti hubunganku dengan Mas Debby tidak baik. Sebagai petugas bank yang numpang ngantor di PLN, posisiku tidak terlalu bagus sehingga acapkali mendapat pergantian tempat dikarenakan kebutuhan PLN. Aku pun sempat ditempatkan di satu ruangan bersama pegawai Naga Mas, perusahaan outsourcing dimana Mas Adi bekerja. Selain Naga Mas, di dalam ruangan itu juga terdapat koperasi PLN dan cleaning service. Bila sedang tidak nyetir, Mas Adi biasanya nongkrong di ruangan itu bersama teman-teman lainnya, termasuk dengan Mas Susilo, driver yang super kocak. Karena itulah kami pun sering ngobrol dan bercanda bersama sehingga menjadi akrab. Akan tetapi hal itu tidak berlangsung lama ketika kemudian tempatku kembali dipindah dikarenaka ruangan tersebut akan digunakan menjadi ruangan asisten manajer pelayanan, Bapak Purwoko. Sebelumnya ruangan Pak Purwoko berada di lantai atas, namun sejak penyakit yang dideritanya menjadi parah, PLN memutuskan memindahkannya di lantai bawah demi alasan kesehatan. Para pegawai yang sebelumnya berada di ruangan itu pun posisinya menjadi terpecah. Aku dan pegawai koperasi PLN dipindahkan kembali di ruangan bagian Keuangan, sementara Naga Mas dipindahkan ke lantai atas. Sejak saat itu aku dan Mas Adi sudah jarang mengobrol. Paling-paling kalau ketemu saja kami saling menyapa singkat. Di luar kantor sendiri kami sempat beberapa kali tidak sengaja bertemu saat aku sedang berjalan-jalan cari makan.
Aku mungkin tidak terlalu mengenal Mas Adi, tapi aku tahu dan yakin betul bahwa dia orang yang baik. Karena itulah saat hari itu Mas Adi datang untuk berpamitan, entah kenapa rasanya begitu sedih. Tidak hanya diriku, tapi semua pegawai yang pernah mengenal Mas Adi pastilah mengakui kebaikan Mas Adi. Bu Cucu, asisten manajer keuangan sampai menangis tatkala Mas Adi berpamitan pada beliau. Aku yang melihatnya jadi ikut sedih. Ingin ikut menangis tapi tidak bisa, hanya saja dadaku sesak hingga beberapa kali terbatuk. Aku tak menyangka bila Mas Adi akan mengundurkan diri, membuatku harus menemui kembali sebuah perpisahan setelah sebelumnya di tahun lalu berpisah dengan Mbak Ratna, pegawai koperasi yang mengundurkan diri karena harus merawat putranya. Aku tak mau berprasangka buruk, kupikir Mas Adi pastilah punya alasan terbaik kenapa dia memilih resign dan memutuskan mencari pekerjaan lain di Samarinda. Apapun alasannya, aku selalu berharap yang terbaik untuknya. Pertemuan terakhirku dengan Mas Adi adalah malam itu, saat aku datang ke kantor untuk sekedar menghabiskan waktu. Aku menghampirinya yang sedang duduk-duduk di pos satpam. Kujabat tangannya dan entah kenapa aku hanya bisa mengucapkan, “Sampai Jumpa.”
Perpisahan memang berat, tapi itu adalah kenyataan yang harus diterima. Selama bekerja di kantor PLN ini sendiri aku telah bertemu dengan empat perpisahan. Perpisahan pertama di awal-awal masa kerjaku yaitu dengan Mas Erdi, supervisor akuntansi yang begitu vocal mengkritisi kinerja perusahaanku; perpisahan kedua dengan Mbak Ratna, manajer koperasi PLN yang ternyata bertetangga denganku; perpisahan ketiga dengan Mas Adi, driver PLN yang sudah kuceritakan di atas; dan perpisahan keempat atau yang terakhir untuk saat ini yaitu dengan Mas Debby, pegawai personalia PLN yang begitu polos dan baik hati. Keempat-empatnya adalah orang baik yang telah meninggalkan kenangan-kenangan indah selama bekerja di PLN area Bontang. Itulah kenapa perpisahan dengan mereka semua bisa begitu emosional dan tidak bisa dipercaya. Well, orang baik memang akan selalu dikenang dan perpisahan dengan mereka akan selalu diingat. Akan selalu ada kesedihan tatkala kita berpisah dengan mereka, dan kita seakan tidak rela saat menyadari hal itu. Kita tidak rela berpisah dengan mereka, kita akan berusaha menahan mereka agar tetap bersama kita, itulah yang dirindukan dari orang-orang berhati baik. Akan selalu ada air mata karena selalu ada kenangan yang telah tercipta. Tapi satu hal yang harus selalu diingat adalah kebaikan mereka, kebaikan mereka untuk dikenang dan diteladani… karena orang yang kita sayangi, akan hidup selamanya di hati kita…
Hmm… setelah melihat perpisahan yang mengharu biru dengan orang-orang tersebut, aku jadi berpikir dan bertanya…. Apakah kepergianku kelak akan ditangisi? Akankah mereka merindukanku? Apakah mereka akan berat melepasku? Entahlah, kupikir aku terlalu jauh dari itu….

***

Aku berjalan pelan menuju mushola…
Kudapati Mas Debby tengah duduk di ambang pintunya sembari melihat suatu tempat…
Saat aku menghampirinya, dia berkata…
“Mas Lukman, lihatlah burung-burung itu,”
Dengan gerakan kepalanya Mas Debby menunjuk satu arah…
Aku menoleh dan melihat ke tanah yang ditunjuknya,
Beberapa ekor burung tampak berebut minum air yang ada di kubangan…
“Mereka minum dengan senangnya, baru kali ini aku melihat pemandangan indah seperti ini…
Tadi mereka sempat pergi karena ada mobil yang datang, tapi kini mereka kembali lagi untuk minum. Pemandangan yang indah bukan?”
Aku hanya tersenyum mendengarnya. Ya, pemandangan yang indah…

Tabligh Akbar Opick is Epic!

Opick tampil memukau…
 

Jum’at malam kemarin tanggal 24 Februari 2012 aku bersama teman-teman PLN Bontang datang menghadiri acara Halal Fair yang diselenggarakan oleh Koperasi Jasa Keuangan syariah (KJKS) Halal (dulu Halal Bank). Acara ini diselenggarakan sebagai peringatan ulang tahun KJKS Halal sekaligus pemberangkatan jamaah umroh KJKS Halal. Bertempat di komplek Halal Square, pada malam itu penyanyi religi Opick akan hadir untuk memeriahkan acara disana dalam Tabligh Akbar. Itulah kenapa kami datang menghadiri acara itu yang tak lain tak bukan untuk menyaksikanTabligh Akbar yang menampilkan Opick. Malam itu Mas Nirwan menawariku untuk ikut bersama-sama datang kesana. Daripada suntuk di rumah, aku pun mengiyakannya. Kami berangkat berenam, empat orang laki-laki yaitu aku, Mas Nirwan, Mas Catur, dan Syarif; dan dua orang wanita yaitu Mbak Umi dan Mbak Wulan. Sebenarnya masih ada satu lagi yaitu Mas Umar, cuma Mas Umar mengurungkan niatnya dan memilih untuk berkaraoke di gedung PLN. Padahal dia sudah berdandan rapi dengan pakaian muslim saat berkumpul di gedung PLN Bontang. Aku sendiri memakai baju batik yang siang sebelumnya kugunakan untuk bekerja karena aku tidak punya pakaian muslim. Satu-satunya pakaian muslim yang aku bawa dari Jawa entah mengapa tidak ada di lemari pakaianku. Aku tidak punya pilihan selain tetap menggunakan pakaian batik itu sementara mereka yang datang kesana kebanyakan mengenakan pakaian serba putih.

opick 1
Teman-teman PLN yang gokil abis…

Kami berenam berangkat setelah Isya dengan menggunakan sepeda motor. Awalnya kami merencanakan berjalan kaki menuju ke tempat acara yang sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi kemudian salah seorang teman Mbak Umi menyarankan untuk mengendarai sepeda motor karena menurutnya jauh dan bila berjalan kaki bisa melunturkan bedak yang dipakai Mbak Umi. Akhirnya kami berangkat dengan tiga sepeda motor, Mbak Wulan membonceng Mbak Umi, Mas Nirwan membonceng Mas Catur, sementara aku sendiri membonceng Syarif. Suasana di Halal Square sudah cukup ramai saat kami datang, dengan jalan raya di depannya dipadati kendaraan. Setelah kami memarkirkan kendaraan kami di seberang tempat acara, kami pun berjalan menuju Halal Square tempat acara akan diadakan. Disana kami bertemu dengan pegawai PLN yang menjadi panitia acara, Mas Aryo. Mas Aryo mempersilakan kami duduk di tempat yang disediakan di depan panggung. Semua orang yang duduk disana mengenakan pakaian serba putih, membuatku merasa tidak enak saja karena hanya aku yang mengenakan pakaian batik. Aku bahkan bercanda pada Mas Nirwan, “Yang lainnya pada pergi ke pengajian, aku sendiri yang pergi ke kondangan.” Sebenarnya Mas Catur juga tidak mengenakan pakaian putih, dia mengenakan pakaian hitam tapi tetap saja pakaianku yang mencolok karena berwarna krem cerah dengan motif batik. Tapi toh akhirnya aku cuek saja, toh pakaian yang kukenakan sudah sopan walaupun tidak sesuai dengan tema malam itu.

opick1
Bapak Suratman selaku ketua KJKS memberikan sambutan…

Sambil menunggu kedatangan Opick, grup musik nasyid mengisi acara terlebih dahulu dengan menyanyikan lagu-lagu bernafaskan Islam. Setelahnya Ketua KJKS Halal, Bapak Suratman naik ke atas panggung untuk memberikan sambutan. Dari sambutannya itu aku langsung mengagumi Bapak Suratman yang katanya dulu bukanlah siapa-siapa dan hidup di jalanan, kini menjadi pimpinan dari KJKS Halal, sebuah badan usaha yang kini memiliki banyak anak perusahaan. Aku kagum dan salut dengan Bapak Suratman serta KJKS Halal yang telah berkontribusi aktif mengembangkan ekonomi rakyat dengan prinsip syariah, hal yang sudah seharusnya ditiru oleh pengusaha-pengusaha muslim lainnya. Usai memberikan sambutan, Bapak Suratman didaulat oleh MC untuk memanggil Opick secara langsung. Beliau pun memanggil Opick yang sudah tiba di tempat acara untuk muncul dari balik panggung. Akhirnya yang dinantikan pun datang, seorang lelaki berpakaian jubah hitam dengan sorban putih. Itu benar Opick, penyanyi Tombo ati itu, bisikku saat melihatnya muncul di atas panggung.

Opick 3
Syarif sepanggung sama Opick, jadi iri nih…

Opick membuka penampilannya dengan salam dan sambutan singkat, lalu membawakan lagu pertamanya malam itu, Cahaya Hati. Sebelum menyanyikan lagu itu, Opick bercerita singkat mengenai sejarah singkatnya menjadi seorang penyanyi religi dan juga kisah yang melatarbelakangi terciptanya lagu Cahaya Hati. Kemudian seusai menyanyikan lagu itu, Opick meminta salah seorang penonton naik ke atas panggung untuk bernyanyi bersamanya. Yang membuatku terkejut adalah ketika Syarif yang duduk di sampingku secara tiba-tiba langsung bangkit berdiri dan maju ke depan naik ke atas panggung. Wah, Syarif benar-benar pemberani, pasukan tanpa malu, batinku melihat keberaniannya. Syarif pun berada satu panggung dengan Opick, tepat di sampingnya, membuat aku dan kawan-kawan terperanjat kagum bercampur bangga. Opick lalu menanyakan pertanyaan perkenalan pada Syarif yaitu nama, umur, pekerjaan, dan kemudian beliau menanyakan apakah Syarif memiliki keinginan untuk berangkat ke tanah suci. Dari situlah Opick mulai bercerita mengenai kisah perjalanan hidupnya, khususnya bagaimana ceritanya beliau bisa naik haji berkali-kali padahal beliau bukanlah orang berpunya. Salah satu kesimpulan yang kutangkap dari kisah Opick adalah apabila kita memiliki suatu niat tulus karena Allah, niscaya Allah akan selalu memberikan jalan dan bantuan kepada kita. Subhanallah… sebuah kisah yang sangat memberikan inspirasi. Sayangnya ada gangguan teknis yang mengganggu penyajian cerita itu tatkala listrik beberapa kali mati hingga akhirnya kembali seperti sedia kala. Opick lalu mengajak Syarif bernyaanyi bersama, menanyakan padanya lagu Opick apa yang disukainya atau bisa dinyanyikannya. Syarif menjawab Astagfirullah, yang kemudian dibenarkan sebagai Istighfar oleh Opick. Seperti lagu pertama, Opick pun menceritakan latar belakang terciptanya lagu yang kusukai itu. Rupanya kisah dibalik lagu Istighfar sangatlah menyentuh, yaitu ada dua kisah yang pertama tentang seorang imam masjid di kampung halaman Opick dan yang kedua tentang masa lalu Opick yang dulu berambut gondrong sebagai penyanyi Rock. Setelah selesai berkisah, Opick mulai menyanyikan lagu Istighfar sementara di tengah lagu seorang panitia meminta Syarif untuk turun dari panggung, mungkin karena mengangganggu pemandangan… Hahaha… (bercanda kok Rip).

Opick 4
Opick tak segan turun dari panggung…
 

Dalam penampilannya di kota Bontang ini Opick tampil begitu bersahaja dan terlihat sangat bersahabat, dimana Opick tak sungkan turun dari panggung ketika bernyanyi untuk membaur dengan para penonton. Dalam kesempatan itu pula Opick menghimbau kepada para pengunjung yang datang malam itu untuk secara spontan bersedekah demi anak yatim. Beliau meminta panitia untuk berkeliling menerima sedekah dari para penonton yang hadir malam itu untuk nantinya hasil sedekah tersebut akan diberikan pada anak yatim yang membutuhkan. Sembari menghitung penggalangan dana tersebut, Opick menyanyikan lagu Nikmatnya Bersedekah, yang liriknya menentramkan hati para pendengarnya termasuk diriku. Jumlah dana yang terkumpul dari penggalangan dana malam itu mencapai sepuluh juta Rupiah, yang kemudian ditambahkan sepuluh juta lagi oleh Bapak Suratman sehingga totalnya bertambah dua kali lipat dari sebelumnya. Subhanallah… mendapatkan uang sebanyak itu untuk niat mulia hanya dalam aksi spontanitas satu malam saja, memang benar kata Bang Opick melalui lagu yang dinyanyikannya. Hal ini membuatku semakin mengidolakan Opick saja. Tak banyak lho penyanyi yang memiliki hati mulia. Islam mengajarkan kepada kita untuk saling berbagi pada mereka yang membutuhkan, dan Opick telah menunjukkannya melalui sebuah aksi nyata. Sebuah contoh yang sangat apik sebagai bagian dari berlomba-lomba di dalam kebajikan.

Opick 5
Opick mengajak anak-anak bernyanyi bersama…

Opick kemudian mengajak anak-anak yang ada disana untuk naik ke atas panggung bernyanyi bersama dengan beliau menyanyikan lagu Assalamu’alaikum. Langsung saja anak-anak kecil langsung berbondong-bondong naik ke atas panggung dan mengelilingi Opick. Dua di antara anak-anak kecil ternyata adalah keponakanku kembar bersaudara yang juga datang menghadiri acara itu. Wah, aku jadi iri nih sama Syarif dan dua keponakanku yang bisa satu panggung dengan Opick. Pada akhirnya setelah membawakan total lima buah lagu pada malam itu termasuk lagu andalan Tombo Ati, Opick menutup penampilannya dengan membacakan doa untuk keselamatan jamaah umroh yang akan berangkat khususnya, dan untuk keselamatan semua pengunjung yang datang malam itu secara umum. Dan acara malam itu pun selesailah sudah, meninggalkan sebuah kesan menyenangkan sekaligus menentramkan di hatiku. Aku tidak menyangka bisa bertemu dengan Opick begitu dekat seperti malam itu. Walaupun tidak berada satu panggung dengannya seperti yang dialami Mas Syarif, tapi aku sempat memotretnya pada jarak yang relatif dekat dan itu saja sudah cukup membuatku senang. Dalam perjalanan pulang aku bertanya pada Syarif layaknya wartawan, “Mas Syarif, bagaimanakah rasanya berada satu panggung dengan Opick?” dan Syarif menjawab ala seleberitis dadakan, “Rasanya nervous banget, bener-bener gak disangka-sangka… gugup banget…” Hahaha, salut deh buat Syarif atas keberaniannya naik ke atas panggung.

Opick 6
Mau kondangan Bos?
 

Dan begitulah kisah pertemuanku dengan Opick, yang dulu sangat aku idolakan waktu duduk di bangku SMA (sekarang juga masih kok). Lirik-lirik lagunya itu rasanya begitu mengena, tepat bila disebut sebagai syiar dalam syair. Penampilannya pun sangat sederhana dan bersahaja, gak neko-nekolah pokoknya. Dulu aku bertanya-tanya apakah seorang Opick bisa bertahan hidup hanya dengan menjadi penyanyi religi yang pasarnya kurang diminati kala itu, dan pertanyaanku itu akhirnya terjawab pada malam saat Opick tampil di Halal Square. Tuhan senantiasa akan menolong hambanya yang ikhlas menolong agamanya melalui beragam cara yang tidak kita ketahui, sebagaimana yang pernah kubaca di kitab suci, dan itu benar-benar terbukti. Teruslah berkarya Bang Opick dan teruslah memberikan teladan yang baik bagi generasi penerus di negeri ini, memberikan inspirasi pada kita semua untuk terus maju dan melakukan yang terbaik demi agama, bangsa dan negara. Dan buat KJKS Halal, terima kasih banyak telah menghadirkan Bang Opick di kota Bontang, memberikan kesempatan padaku untuk bisa bertemu dengannya dari dekat.
Teruslah berkarya dan tunjukkan aksi nyata… Salam ukhuwah… 

Oh iya, buat kalian yang mau melihat video penampilan Opick di Halal Square, berikut ini video amatir rekamanku yang kacau karena suaranya tabrakan sama sound dan gambarnya gelap… Hehehe… Enjoy…