Suatu hari ketika sedang berjalan-jalan ke toko buku, saya bertemu dan berkenalan dengan seorang lelaki yang berkelakuan agak feminim bernama Iksan. Kami pun ngobrol dan berbincang akrab. Setelah lama berbincang, Iksan yang mengaku kuliah di FE UI itu kemudian mengajak saya untuk menemaninya mencarikan hadiah ulang tahun untuk pacarnya. Saya yang kebetulan sedang suntuk lalu mengiyakannya.
Kami lalu pergi ke sebuah mall, dimana kami masuk ke sebuah toko pakaian bermerk. Rupanya Iksan berniat membelikan pacarnya itu pakaian. Setelah lama memilih, Iksan akhirnya menentukan pilihannya. Ia lalu menyuruh saya untuk memilih pakaian yang saya suka. Saya menolak, tapi Iksan bersikeras untuk membelikan saya pakaian. Ya udah, anggap aja rejeki, saya lalu memilih pakaian yang saya suka. Setelah saya memilih, Iksan menyuruh saya untuk mencobanya di kamar pas. Saya tidak mau, tapi Iksan bersikeras sehingga sayapun mengalah.
Sebelum saya mencoba di kamar pas, Iksan meminta saya untuk meminjamkan uang sebsar dua puluh ribu rupiah yang katanya akan ia gunakan untuk diberikan kepada kakak pacarnya yang berkerja di toko tersebut. Dia beralasan kalau uangnya masih berada di ATM dan belum dia ambil. Saya bingung karena saat itu saya tidak membawa uang sebanyak itu. Saya hanya memberikannya sebanyak lima ribu rupiah. Iksan berjanji akan segera menggantinya.
Ketika saya mencoba pakaian di kamar pas, Iksan mendadak pamit akan pergi sebentar untuk mengambil uang di mesin ATM. Saya mencegahnya, namun ia berdalih takkan lama. Saya tak curiga dan mempersilakannya pergi.
Setelah mencoba pakaian, saya keluar dari kamar pas dan menunggu Iksan. Tapi lama saya tunggu, Iksan tak jua datang. Kira-kira sudah sejam saya menunggu, Iksan masih juga belum datang. Saat itu saya mulai curiga, namun saya tak mau berprasangka buruk dulu. Akhirnya saya meninggalkan pakaian yang tadi saya coba dan meninggalkan pesan kepada penjaga toko kalau saya pergi duluan.
Keesokan harinya, saya menghubungi nomor telepon genggam Iksan yang saya dapat saat berkenalan. Saya ingin menanyakan kenapa dia pergi lama kemarin. Namun, saya terkejut ketika sebuah suara yang mengaku bernama Iksan di telepon mengatakan kalau dia tak mengenal saya. Suaranya pun berbeda. Bila Iksan yang saya temui itu suaranya manja dan agak banci, suara di telepon justru tegas dan bernada dewasa. Iksan yang saya telepon mengatakan kalau kemarin dia sedang ke luar kota karena ada urusan bisnis. Dia juga terkejut karena dia tidak sedang kuliah melainkan sudah bekerja dan memiliki sebuah usaha dagang. Oh, tidak…berarti saya telah ditipu.
Saya lalu menceritakan semuanya kepada Pak Iksan di telepon peristiwa yang sebenarnya. Pak Iksan terkejut dan sangat menyesalkan kejadian yang saya alami. Ternyata ada seseorang yang memanfaatkan nama dan nomor teleponnya untuk melakukan penipuan. Memang Pak Iksan pernah memasang iklan di surat kabar. Beliau tak menyangka kalau iklan yang ia pasag di surat kabar dimanfaatkan oleh seorang penipu.
Pak Iksan merasa bersalah dan meminta maaf kepada saya. Beliau menanyakan berapa kerugian yang telah saya alami. Saya menjawab kalau saya hanyakehilangan lima ribu rupiah. Pak Iksan lalu berbaik hati kepada saya dan memberikan saya pulsa telepon genggam sebesar sepuluh ribu rupiah. Beliau berpesan kepada saya agar lebih berhati-hati lagi.
Saya tak menduga kalau masih ada orang sebaik Pak Iksan. Ia justru menggantikan kerugian yang tidak ia lakukan. Ternyata meskipun saat ini banyak orang-orang jahat yang tak bertanggung jawab, masih ada seorang baik hati bernama Pak Iksan.
Bagi saya sendiri sih ini menguntungkan. Bagaimana tidak? Uang lima ribu memang hilang, namun tergantikan dengan yang lebih baik, yaitu sepuluh ribu rupiah dari sedikit manusia baik di Indonesia.
Buat Iksan yang sudah menipu saya, saya masih menunggu Anda membayar pinjaman Anda sebesar lima ribu rupiah. Semoga Tuhan menyadarkan Anda…Amin.