Sexually Explicit Materials


Ada banyak rangsangan emosional yang diberikan oleh media massa kepada khalayaknya seperti rangsangan untuk tertawa yang dihadirkan oleh program lawak komedi, rangsangan untuk bersedih yang ditimbulkan oleh program drama, dan rangsangan yang memacu adrenalin dalam program jelajah alam.

Sejenis rangsangan emosional yang banyak dibicarakan orang adalah rangsangan seksual akibat adegan-adegan merangsang dalam media massa yang disebut pornografi atau sexually explicit materials. Istilah pornografi berasal dari kata Yunani yaitu porne yang berarti pelacur dan graphe yang berarti tulisan atau gambar. Jadi, aslinya kata ”pornografi” menunjuk pada segala karya, baik dalam bentuk tulisan atau gambar yang melukiskan pelacur. Pengertian ini mengalami perkembangan. Saat ini umumnya pornografi didefinisikan dan atau ditujukan untuk membangkitkan hasrat seksual khalayak atau mengeksploitasi seks.

Para ahli sepakat bahwa ada materi erotis yang dapat merangsang individu. Stimuli erotis pada media massa menimbulkan tingkat rangsangn yang berlainan bagi orang yang memiliki pengalaman yang berbeda. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak pengalaman seksual individu, maka semakin mudah ia terangsang oleh adegan-adegan seksual.

Victor B. Kline, seorang psikiater yang menangani banyak pasien yang mengalami masalah akibat keterlibatan mereka dalam mengonsumsi pornografi menyebutkan bahwa ada tahap-tahap efek pornografi yang dijalani mereka yang menjadi konsumen pornografi. Tahapan-tahapan ini menunjukkan bahwa pornografi memiliki efek berjangka panjang bagi konsumennya. Tahap-tahap itu adalah:

  1. Tahap addiction (kecanduan). Sekali seseorang menyukai materi pornografi, ia akan mengalami ketagihan. Jika yang bersangkutan tidak mengonsumsi pornografi maka ia akan mengalami ”kegelisahan”. Ini bahkan dapat terjadi pada pria berpendidikan atau pemeluk agama yang taat.
  2. Tahap eskalasi. Setelah sekian lama mengonsumsi media porno, selanjutnya ia akan mengalami efek eskalasi. Akibatnya, seseorang akan membutuhkan materi seksual yang lebih ekplisit, lebih sensasional, lebih ”menyimpang” dari apa yang sebelumnya sudah ia konsumsi.
  3. Tahap desensitization (hilangnya kepekaan perasaan). Pada tahap ini, materi yang tabu, imoral atau mengejutkan pelan-pelan akan menjadi sesuatu yang biasa. Pengonsumsi pornografi bahkan akan menjadi cenderung tidak sensitif terhadap korban kekerasan seksual.
  4. Tahap act out. Pada tahap ini seorang pecandu pornografi akan meniru atau menerapkan perilaku seks yang selama ini ditontonnya di media.

Keempat tahapan ini menunjukkan betapa bahaya pornografi bagi kita semua. Jadi tunggu apalagi, stop pornografi sekarang juga!

Materi diambil dari Psikologi Komunikasi yang ditulis Siti Mutmainnah Armando.