Sumo


Sumo adalah olahraga tradisional Jepang yang sampai sekarang menjadi olahraga terfavorit. Pada mulanya olahraga sumo diselenggarakan oleh kaum petani dalam rangka menyambut keberhasilan panen yang merupakan acara ritual kepada dewa. Dalam kurun waktu berikutnya, sumo berkembang sebagai olahraga hiburan masyarakat feodal dan menjadi olahraga tanpa aturan seperti tinju bebas.

Pada zaman Nara, sumo menjadi olahraga yang sangat digemari oleh kalangan istana, sehingga banyak pembaharuan aturan yang lebih ketat, seperti pemain dinyatakan kalah bila menyentuh tanah (selain telapak kaki tentunya) atau didorong hingga keluar arena. Sejak itu, pertandingan sumo tidak lagi mengikuti peraturan seperti tinju bebas.

Pemain sumo mengenakan pakaian yang menyerupai popok. Popok ini disebut mawashi. Zaman dulu belum dikenal namanya kain, sehingga pemain hanya mengenakan bahan-bahan dari sejenis jerami. Dengan tujuan tanpa meninggalkan tradisi dan kostum lama serta tetap sebagai seremoni, maka sampai sekarang pun pakaian seorang sumo adalah mawashi. Yang lebih mengherankan, konon ternyata mawashi untuk latihan tidak boleh dicuci sama sekali karena bila dicuci akan membawa kekalahan (tapi membawa kuman kali ye?).

Pemain sumo memiliki ciri bertubuh gemuk. Sejak turunnya aturan bahwa pemain yang terdorong atau terangkat keluar arena dinyatakan kalah, maka ukuran badan yang gemuk ternyata menjadi pertahanan alami, namun tentu harus dibarengi penguasaan teknik yang baik. Konon bila seorang pesumo memenangkan pertarungan dan menjadi juara, mereka akan mendapat banyak uang dan bahkan mempunyai istri yang cantik-cantik.

tulisan diambil dari buku “Siapapun Bisa Berbahasa Jepang” terbitan penerbit ANDI.

gambar diambil dari wikipedia

Memori Ketapel dan Pistol Air


Kakak sepupuku yang selalu membuat masalah kemarin datang dan mengabarkan rencana pernikahannya dan telah menikah akhir bulan kemarin. Dalam hati aku senang karena dengan begitu dia akan memiliki pendamping hidup sehingga aku berharap kelakuan playboynya akan hilang.

Aku teringat saat-saat waktu kecil dulu. Dulu aku dan dia sering bermain bersama. Aku sangat ingat saat kami bersama-sama patungan untuk membeli ketapel ataupun pistol air. Sekarang dia sudah dewasa dan akan segera menikah. Waktu benar-benar tak terasa jalannya.

Selama ini dia memang selalu membuat masalah dengan keluarga, kalau tidak mau dibilang berbuat onar. Hampir semua keluarga membencinya, tapi tentu saja kami akan tetap menganggapnya sebagai keluarga. Begitu banyak konflik memang yang terjadi di antara kami, tapi kami memang tak boleh lupa kalau kami ini adalah keluarga.

Terkadang aku sangat membencinya, tapi terkadang aku bisa menyayanginya. Entahlah, mungkin hal ini dikarenakan adanya ikatan keluarga yang cukup erat. Sebesar-besarnya perasaan benciku, entah mengapa aku tak bisa memusuhinya. Aku bisa saja memasukkannya ke dalam penjara, tapi aku takkan pernah melakukan hal itu. Ibarat memecik air di dulang, terpercik muka sendiri.

Dia akan segera menikah, dan tentunya dia akan berbahagia. Aku pun bahagia melihatnya bahagia. Bukankah itu gunanya keluarga? Selama ini kami memang kehilangan arti sebenarnya dari kata keluarga. Pernah berpikir kalau keluarga adalah kepentingan, tapi pada kenyataannya keluarga adalah apa yang kita miliki secara alami. Apa yang harus kita jaga, sebagaimana mereka menjaga kita.

Aku bangga padanya. Dia begitu berani untuk mengambil keputusan menikah. Entah apa motif utamanya, tapi keberanian itulah yang penting. Menikah itu menyatukan dua hati, menyatukan dua jiwa, menyatukan dua keluarga. Menikah adalah awal dari sebuah kehidupan baru, yang tentunya lebih menantang dengan segala tantangan yang ada dibandingkan kehidupan sebelum pernikahan itu.

Aku kadang iri, dia bisa begitu dewasa, walaupun terkadang aku masih menganggapnya kekanak-kanakan. Berbeda denganku, yang sampai saat ini masih belum bisa menjadi dewasa. Terkadang aku berpikir kalau aku adalah seorang anak kecil yang terjebak dalam tubuh manusia dewasa. Tubuhku memang dewasa, tapi pikiranku adalah pikiran anak-anak.

Mungkin aku akan menghadiri pernikahannya, walaupun sebenarnya aku tak berharap datang. Aku hanya akan memberikannya hadiah pernikahan. Menurutku, dia pantas mendapatkan hadiah tersebut, mengingat selama ini aku tak pernah memberikannya hadiah dan hanya memojokkannya dengan hutang-hutang yang tak berarti.

Kami berdua lahir hampir bersamaan. Kami tumbuh besar hampir bersamaan. Tapi kami akan selalu berbeda dalam setiap hal. Dia gemuk, sedang aku kurus, walaupun sekarang semua orang bilang aku gendut. Dia hitam, sedang aku putih, walaupun sekarang kulitku mulai menghitam akibat pekerjaan di ladang. Dia tinggi, sedang aku pendek, dan kuharap tinggiku bisa bertambah walaupun masa pertumbuhanku sudah habis. Kami memang berbeda, namun kami punya kesamaan. Kami adalah anak kedua. Kami adalah dua pribadi yang besar bersama. Dan kami pernah merangkai mimpi bersama, walaupun kuakui aku sedikit beruntung. Sedikit….

Sekarang dia telah memilih belahan jiwanya. Sekarang dia akan memulai kehidupan barunya. Dan semoga kehidupan baru yang akan dia tempuh akan bisa memisahkannya dari semua permasalahan remeh temeh dalam keluarga ini. Semoga dia bisa lepas dari bayang-bayang keluarga ini dan muncul hanya pada satu bulan, satu hari, atau hari-hari tertentu saja. Kuakui aku adalah parasit, tapi dia juga parasit dan semoga sifat parasit itu akan hilang bersama dengan sumpah yang akan dia ucap.

Mungkin nantinya aku akan iri melihatnya mendahuluiku bersanding di kuade indah. Dia memiliki wanita yang akan menemainya menjalani kehidupan yang keras. Dia memiliki pasangan tempatnya berbagi. Memiliki tubuh untuknya bersatu. Dia memiliki impian dan rencana ke depan. Memiliki jiwa tempatnya berlabuh, tempatnya berbagi kisah, kesedihan dan kebahagiaan. Dia akan memiliki… memiliki sesuatu yang tidak aku miliki. Dia memiliki…. cinta.

Sementara ibuku mengunciku. Dia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padaku. Dan memang ibuku benar. Aku hanya akan menunggu, dan melihat apa yang terjadi di depanku. Sementara mereka terus menggodaku dengan pertanyaan yang dibenci setiap orang. Oh, bagaimana mungkin aku memiliki kekasih yang tak bisa aku sentuh tubuhnya? Bagaimana mungkin aku memiliki kekasih yang tak bisa aku belai rambutnya? Bagaimana mungkin….

Lagi-lagi aku tersenyum mengingat ketapel dan pistol air. Saat itu kami masih sangat lucu, sangat imut, dan sangat nakal, nakalnya anak-anak. Bermain bersama, bersenang-senag bersama, berlarian di malam bulan purnama, seolah kami hidup tanpa beban dan terlahir hanya untuk bermain. Aku iri dengan anak-anak. Aku benar-benar iri. Seolah mereka takkan pernah menjadi dewasa, tak pernah menghadapi kehidupan yang kejam.

Kini bertahun-tahun telah lewat dan kami telah menjadi apa yang kami miliki saat ini. Kehidupan kami berbeda, kami memiliki jalan yang berbeda. Mungkin aku mengambil jalan yang penuh kegelapan dan kesedihan, berharap jalan itu tak berujung kematian mengerikan. Kami hidup di dunia yang sangat berbeda, berbeda dengan apa yang kami temui dengan ketapel dan pistol air, yang kuingat kedua benda itu akulah yang merusakkannya dulu. Merusaknya dan berpura-pura tak pernah melakukannya. Sementara ketapel dan pistol air, hanya aku sajalah yang memainkannya. Dia, dia mungkin memainkannya, tapi tidak denganku.

Aku yakin, masaku masih panjang. Hidup memang harus diisi dengan penuh semangat optimis, seolah kita hidup selamanya. Tapi tentu diimbangi dengan pengakuan dosa, seolah kita akan mati besok. Aku tak berharap menyusulnya cepat, walaupun keinginanku cukup besar juga. Aku tahu, aku masih jauh dari apa yang kuharapkan mengenai hal itu. Sedangkan dalam angkatan kami, akulah yang masih tersisa. Menyedihkan…..lagipula siapa yang mau bersanding dengan lelaki tak berguna sepertiku? Adakah?

Aku mungkin tersenyum mengingat ketapel dan pistol air, tapi sekarang aku tersenyum mengingat yang lain. Aku tersenyum tatkala mengetahui calon pengantin laki-laki muntah-muntah menjelang hari pernikahannya. Konyol, memangnya yang mengandung itu laki-laki atau wanita sih? Dan lebih konyol lagi, saat ini calon pengantin laki-laki sedang bingung mencari uang untuk membayar KUA. Nah lo!

Untuk kakak sepupuku yang selalu mewarnai kehidupan keluarga ini dengan tinta merah hitam….